Dalam upaya memberantas korupsi, kebijakan tebang pilih tak dapat dielakkan. Bahkan bagi Komisi Pem-berantasan Korupsi, yang cuma memiliki 300-an personel, kepiawai-an dalam �memilih� justru sangat diperlukan. Undang-undang pun telah meng-arahkan pilih-an itu, yakni kasus korupsi yang me-libatkan aparat hukum, penyelengga-ra negara, menarik perhatian orang ba-nyak, dan menimbulkan kerugian ne-gara di atas Rp 1 miliar.
Arah undang-undang ini tentu ada alas-annya. Yang utama: bila aparat hukum dan penyelenggara negara dapat dibersih-kan dari wabah korupsi, mereka akan turut membersihkan penyakit sosial ini dari seluruh lapisan masyarakat. Jika keadaan ini tercapai, KPK pun dapat lebih meng-utamakan tenaganya pada upaya memba-ngun sistem penangkal korupsi di dalam seluruh bangunan negara. Bukankah selalu lebih baik mencegah terjadinya korupsi ketimbang menangkap koruptornya?Upaya mencegah ini tentu tak berarti melupakan sama sekali penindakan. Menimbulkan kepercayaan orang ba-nyak bahwa siapa pun yang korupsi pasti akan ketahuan dan diganjar hukuman berat adalah salah satu jurus pe-nang-kal korupsi yang ampuh. Kepercayaan ini hanya akan timbul jika KPK memang terbukti berani menindak ko-rup-tor kelas kakap yang dekat bahkan berada di pusat ke-kuasaan. Sebaliknya, jika terkesan KPK hanya berani menindak mereka yang posisi politiknya lemah, nasibnya mungkin tak akan jauh berbeda dengan berbagai komisi antikorupsi yang dibangun di republik ini sejak tahun 1950-an. Ini jelas kebijakan tebang pilih yang keliru kendati mungkin tak perlu sampai diharamkan.
Lantas bagaimana dengan KPK? Indikasi ke arah mana lembaga ini akan melangkah mungkin akan terlihat dalam perkembangan penyidikan kasus korupsi Komisi Pemilih-an Umum pekan-pekan ini. Terutama setelah Daan Dimara, ketua pengadaan segel amplop suara pemilu legislatif dan pemilu presiden di KPU yang sudah ditahan karena disangka korupsi, melontarkan tuduhan bahwa penggelembungan harga segel dilakukan Hamid Awaludin, yang kini menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.Antara lain akibat tuduhan itu, Menteri Hamid Awaludin pun dipanggil KPK untuk memberikan kesaksian pada Senin ini. Kepada wartawan, anggota Kabinet Indonesia Bersatu ini telah membantah tuduhan Daan Dimara. Kini masyarakat luas berharap KPK dapat mengungkap siapa yang bohong dan siapa yang jujur di antara kedua bekas rekan sekerja itu.
Harap-an rakyat ini hendaknya jangan sampai dikecewakan, misalnya dengan membiarkan keterangan yang bertentangan ini tetap menggantung. KPK harus mampu menjawab dengan tegas apakah Hamid Awaludin terlibat korupsi atau tidak. Bila terlibat tentu harus diproses ke pengadil-an untuk dibuktikan menurut hukum. Jika dianggap tak terlibat tentu harus dijelaskan alas-annya dengan meyakin-kan.Bila alasan yang diberikan ternyata lemah, berarti lonceng kematian KPK sudah berdenting. Ini tentu bukan hal yang kita harapkan. Sebab, lembaga ini, yang oleh sejumlah pengamat dikatakan sebagai superbody karena kewenangannya yang istimewa, sekarang dilihat sebagai setitik ca-haya harapan di ujung lorong gelap perkorupsian negeri ini. Bintik cahaya yang diinginkan terus membesar menerangi seluruh Tanah Air dan bukan sekadar fatamorgana.
Harapan ini bukan tanpa dasar. Lembaga serupa, yang juga dibentuk dengan dukungan undang-undang, terbukti mampu menjalankan misinya di Hong Kong atau Korea Selatan secara gemilang. Memang pada awalnya kedua organisasi itu sempat diragukan publik, tetapi melalui kerja keras dan dukungan pimpinan puncak bangsa, akhirnya berhasil juga.Dukungan politik terhadap lembaga antikorupsi itu sa-ngat terasa di Korea Selatan sejak di bawah duet kepemimpinan Presiden Kim Dae Jung dan Perdana Menteri Goh Kun, yang memegang jabatan sejak 1997. Dorongan itu bukan hanya dalam bentuk pidato. Hal ini terbukti ketika kedua anak Presiden Kim Dae Jung terindikasi korupsi dan The Korea Independent Commission Against Corruption turun tangan. Kedua anak presiden akhirnya masuk penjara, dan selama dalam proses penyidikan, tak sedikit pun intervensi dilakukan istana terhadap KICAC. Setelah peristiwa ini terjadi, berbagai jajak pendapat menyimpulkan bahwa kepercayaan rakyat Negeri Ginseng ini terhadap komitmen pemerintah memberantas korupsi tanpa pandang bulu langsung melonjak dan perilaku korup menurun.Keberhasilan Korea Selatan ini tentu layak kita tiru. Pre-siden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla harus tegas mendukung KPK dan menyatakan bahwa siapa pun sang koruptor, betapa dekat pun hubung-annya dengan kekuasaan, akan ditindak secara hukum.
Komentar
Posting Komentar
Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id