Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2012
loading...

Batasan Pidana denda dalam Tindak Pidana Ringan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah merubah batasan pidana denda dalam perkara-perkara tindak pidana ringan sebagaimana tercantum dalam Pasal 364 KUHPidana (pencurian ringan), 373 KUHPidana (pengelapan ringan), 379 KUHPidana (penipuan ringan), 384 KUHPidana (keuntungan dari penipuan), 407 KUHPidana (perusakan ringan) dan pasal 482 KUHPidana (penadah ringan) yang semula dibatasi minimal Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) menjadi Rp 2.500.00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).  Batasan pidana denda sebesar Rp 250,- adalah batasan pidana denda yang disusun berdasarkan kondisi perekonomian tahun 1960-an yang tentunya bila dikonversi dengan kondisi perekonomian tahun 2000-an seperti sekarang ini sudah tidak relevan lagi. Dengan batasan pidana denda sebesar Rp 250,- penyidik, penuntut umum dan hakim tidak lagi dan tidak menganggap adanya pasal-pasal tindak pid

69 Kasus yang mengguncang Hukum Indonesia

Ingin tahu kisah-kisah memilukan dalam penegakan hukum Indonesia .... Mungkin Anda akan menjawab, banyak kisah memilukan dalam penegakan hukum di Indonesia ... Ya. Harus diakui, penegakan hukum Indonesia tidak perna lepas dari air mata dan harga diri yang tersisihkan.  Setidak-tidaknya ada 69 Kasus yang mengguncang Hukum Indonesia. 69 cerita dan uraian hukum yang menjungkirbalikkan segala teoritis hukum untuk keadilan .....  Dapatkan buku 69 KASUS HUKUM MENGGUNCANG INDONESIA di toko-toko buku langganan Anda dan pahami kisah-kisah mereka yang teraniaya oleh hukum 

Batasan Pidana denda dalam Tindak Pidana Ringan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah merubah batasan pidana denda dalam perkara-perkara tindak pidana ringan sebagaimana tercantum dalam Pasal 364 KUHPidana (pencurian ringan), 373 KUHPidana (pengelapan ringan), 379 KUHPidana (penipuan ringan), 384 KUHPidana (keuntungan dari penipuan), 407 KUHPidana (perusakan ringan) dan pasal 482 KUHPidana (penadah ringan) yang semula dibatasi minimal Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) menjadi Rp 2.500.00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).  Batasan pidana denda sebesar Rp 250,- adalah batasan pidana denda yang disusun berdasarkan kondisi perekonomian tahun 1960-an yang tentunya bila dikonversi dengan kondisi perekonomian tahun 2000-an seperti sekarang ini sudah tidak relevan lagi. Dengan batasan pidana denda sebesar Rp 250,- penyidik, penuntut umum dan hakim tidak lagi dan tidak menganggap adanya pasal-pasal tindak pidana

Izin Pengadilan untuk berpoligami

Sering menjadi pertanyaan, apakah kalau ingin berpoligami harus seijin Istri terdahulu ? secara hukum, untuk berpoligami tidak dibutuhkan ijin dari "isteri tua". Yang diperlukan adalah Izin dari Pengadilan. Adapun ijin istri tua hanyalah salah satu syarat untuk mendapatkan izin poligami dari Pengadilan.  Adapun prosedur untuk izin poligami, secara umum diatur dalam Pasal 40 - Pasal 44 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975  yang pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut :  1. Suami yang bermaksud untuk beristeri lebih atau kuasa hukumnya sebagai pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan yang wilayah hukumnya mencakup domisili si pemohon . 2. Pengadilan kemudian memeriksa mengenai: a. ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan suami kawin lagi, seperti : - bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, - bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, - bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Kedudukan PERADI sebagai Organisasi Profesi Advokat

Organisasi Advokat PERADI tidak sama dengan Organisasi Advokat seperti IKADIN, AAI, HKHPM, IPHI, SPI, dan lain-lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang No.18/2003. Organisasi Advokat seperti IKADIN, AAI, HKHPM, IPHI, SPI, dan lain-lainnya itu, adalah organisasi profesi yang didirikan/dibentuk berdasarkan UU ORMAS No.8 tahun 1985, sebagai pengejawantahan hak warga negara dalam mengekspresikan kebebasan berpendapat dan berserikat yang dilindungi oleh konstitusi negara kita, Republik Indonesia. Organisasi Advokat yang dibentuk berdasarkan UU ORMAS itu, dapatlah kita kategorikan sebagai Organisasi Massa, yang sejak dulu hingga kini TIDAK PERNAH memiliki kewenangan untuk mengangkat advokat. Pengangkatan Advokat, sebelum diundangkannya UU Advokat (UU No.18/2003), merupakan kewenangan negara yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, c.q. Ketua Pengadilan Tinggi. Oleh karena itu, masih banyak Advokat yang menjadi advokat berdasarkan Surat Ketua Pengadilan Tinggi