Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2010
loading...

Prosedur Permohonan Banding

Perihal banding ini dalam HIR diatur dalam pasal-pasal 188 sampai dengan 194 (Bahasa Belanda: “hoger beroep”), tetapi pasal-pasal tersebut sekarang sudah tidak berlaku lagi. Adapun yang sekarang berlaku ialah Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 1947 tentang “Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura”. Dalam Undang-Undang ini dikatakan bahwasanya Banding adalah peradilan ulangan. Adapun mekanisme pengajuan banding menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 adalah sebagai berikut : 1) untuk perkara perdata. Pasal 6 UU No. 20 Tahun 1947 menegaskan bahwasanya Dalam Perkara Perdata yang dapat dimintakan banding adalah gugatan yang memiliki nilai seratus rupiah atau kurang dan permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan surat atau dengan lisan oleh pemohon atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan permintaan itu, kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, dalam 14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan ke

Sifat dan kekuatan putusan Hakim

Jalannya suatu proses peradilan akan berakhir dengan adanya suatu putusan Hakim. Dalam hal ini, Hakim terlebih dahulu menetapkan fakta-fakta (kejadian-kejadian) yang dianggapnya benar dan berdasarkan kebenaran yang didapatkan ini kemudian Hakim baru dapat menerapkan hukum yang berlaku antara kedua belah pihak yang berselisih (berperkara), yaitu menetapkan “hubungan hukum”. Menurut sifatnya, putusan Hakim ini dibedakan dalam 3 (tiga) macam yaitu: 1) Putusan Declaratoir Putusan ini merupakan putusan yang bersifat menerangkan. Menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata. 2) Putusan Constitutive Putusan ini merupakan putusan yang meniadakan atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. 3)Putusan Condemnatoir Putusan ini merupakan putusan yang menetapkan bagaimana hubungan suatu keadaan hukum disertai dengan penetapan penghukuman kepada salah satu pihak. Suatu putusan harus ditandatangani oleh Ketua Sidang dan Panitera yang telah mempersiapakan perkaranya. Apabila ketua

Hal Singkat tentang Putusan Sela

Tujuan diadakan suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memeperoleh putusan Hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, artinya suatu putusan yang tidak dapat diubah lagi. Untuk dapat menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara setepat-tepatnya, Hakim harus terlebih dahulu mengetahui secara obyektif tentang duduknya perkara yang sebenarnya sebagai dasar putusannya dan bukan secara apriori menemukan putusannya sedangkan pertimbangnya baru kemudian dikonstruir. Peristiwa yang sebenarnya ini akan diketahui dari pembuktian. Setelah Hakim menganggap terbukti peristiwa yang menjadi sengketa, yang berartu bahwa Hakim telah dapat mengkonstrair peristiwa yang menjadi sengketa, maka Hakim harus menentukan peraturan hukum apakah yang menyangkut sengketa antara kedua pihak tersebut, dalam hal ini, Hakim harus menemukan hukumnya. Terkadang, dalam mengkonstrair suatu perkara, Majelis Hakim mengeluarkan putusan sela guna memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan pokok perkara. Jik

Guru bukan Bagian dari bidang pendidikan nasional

Pasal 434 Peraturan Presiden No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara menegaskan bahwasanya Kementerian Pendidikan Nasional mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang pendidikan nasional dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam Pasal 435-nya, Peraturan Presiden tersebut menyatakan bahwa Kementerian Pendidikan Nasional menyelenggarakan fungsi: perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan nasional; pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional; pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional; pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pendidikan Nasional di daerah; dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Kemua fungsi penyelenggaran tersebut