Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2008
loading...

KEANGKUHAN JATI DIRI ADVOKAT DALAM WADAH TUNGGAL

Dari perseteruan dua organisasi advokat, KAI dan PERADI yang pada akhirnya berujung pertengkaran di Gedung Mahkamah Agung rasanya telah menunjukkan secara jelas dan tegas tentang keangkuhan sebagai jati diri para Advokat yang berseteru tersebut. Klaim mengklaim dari mereka bahwa organisasinyalah yang paling berhak menyandang wadah tunggal pada akhirnya hanya menunjukkan bahwa Advokat adalah profesi yang sulit diatur. Sejarah telah mencatat konflik-konflik kepentingan pribadi kerap mewarnai organisasi-organisasi Advokat. Hujat menghujat yang berawal dari ketidaksukaan antar pribadi – pribadi berkembang dengan pengaruh mempengaruhi pada rekan-rekan sejawatnya. Mungkin hal itu lumrah dan biasa dalam suatu organisasi yang berbasis pada sistem keanggotaan. Namun hal itu tidak menjadi lumrah dan biasa jika organisasi tersebut dibentuk atas dasar suatu Undang-Undang. Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat secara jelas dan tegas menyatakan bahwa dalam waktu paling la

MENGGUGAT Ketetapan Hibah Wasiat Yang Tidak Adil

Dalam suatu surat hibah wasiat, terkadang ditemukan fakta-fakta yang diluar dugan para ahli waris seperti pernyataan si pewaris yang menghendaki bagian waris untuk anak pertama lebih besar dibandingkan anak yang lain atau bagian si anak perempuan lebih kecil dibandingkan bagian ahli waris anak laki-laki dan sebagainya. Contoh konkritnya adalah sebagai berikut : “saya hibah wasiatkan : Sebanyak 28 % dari seluruh harta peninggalan saya untuk anak laki-laki pertama …. Sebanyak 27 % dari seluruh harta peninggalan saya untuk anak laki-laki kedua … Sebanyak 27 % dari seluruh harta peninggalan saya untuk anak laki-laki ketiga … Sebanyak 9 % dari seluruh harta peninggalan saya untuk anak perempuan keempat … Sebanyak 9 % dari seluruh harta peninggalan saya untuk anak perempuan kelima …” Bayangkan jika hibah wasiat tersebut dilaksanakan, tentunya akan ada salah satu pihak yang merasa tidak diperlakukan adil oleh si pewasiat tersebut yang notabene adalah orangtuanya. Penetapan bagian hibahwasiat

KONFLIK ATAS AKTA WASIAT

Dalam masalah harta peninggalan terkadang seseorang lebih memilih bentuk pembagian harta peninggalannya kepada para ahli warisnya dalam bentuk surat wasiat (testament). Kecenderungan untuk memilih wasiat dalam pembagian harta peninggalan, umumnya dipilih untuk menghindari konflik yang berkepanjangan atas harta peninggalan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena pada umumnya pula, pewaris tidak ingin harta peninggalannya dapat dinikmati oleh pihak-pihak lain selain ahli warisnya. Pewaris biasanya berkeinginan hanyalah garis keturunan kebawah yang dapat menikmati harta peninggalannya. Secara praktik, memang lebih mudah melakukan pembagian harta peninggalan yang berdasarkan pada surat wasiat dibandingkan dengan pembagian harta peninggalan berdasarkan pewarisan mengingat dalam pewarisan sering timbul suatu perselisihan sekitar soal siapakah ahli warisnya dan siapakah yang berhak memperoleh hak milik atas harta warisan. Jika persoalan tersebut tidak dapat dipecahkan mau tidak mau harus mene