Tidak ada definisi baku dari arti kata “legal opinion”. Banyak definisi yang pada pokoknya mendefinisikan bahwasanya legal opinion merupakan pendapat ahli hukum mengenai suatu kejadian/ peristiwa hukum yang didasarkan pada fakta kronologis kejadian, bukti dan petunjuk peristiwa yang ada.
Legal opinion, dalam hubungan antara advokat dengan kliennya, merupakan dasar perikatan. Sebagai dasar perikatan tentunya legal opinion yang disampaikan oleh advokat kepada kliennya harus menguraikan analisa-analisa hukum, berdasarkan bukti yang ada, tentang alternatif penanganan dan tahap-tahap penyelesaian masalah hukum yang dihadapi si klien. Adanya legal opinion, diharapkan klien mendapatkan gambaran seperti apa proses advokasi yang akan dilakukan oleh si advokat tersebut.
Memberikan legal opinion merupakan salah satu bagian dari jasa hukum advokat. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan “Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”. Terlebih, legal opinion merupakan dasar perikatan dalam hubungan antara advokat dengan kliennya maka terhitung sejak legal opinion disampaikan kepada si klien maka sejak itu pulalah advokat yang bersangkutan berhak atas honorarium.
Implementasinya, adakalanya walaupun skema advokasi telah tersusun dalam legal opinion, tidak serta merta dapat dijalankan. Teknis penanganan perkara dilapangan lebih menentukan dapat tidaknya skema advokasi yang tersusun dalam legal opinion tersebut dijalankan. Ada kalanya, hambatan-hambatan dilapangan tidak dapat dihindarkan. Sepanjang hambatan-hambatan tersebut dibicarakan dan didiskusikan kepada klien dengan baik serta jelas, saya rasa, kelak klien akan paham. Kuncinya adalah komunikasi dan keterbukaan antara advokat dengan kliennya.
Legal opinion, dalam hubungan antara advokat dengan kliennya, merupakan dasar perikatan. Sebagai dasar perikatan tentunya legal opinion yang disampaikan oleh advokat kepada kliennya harus menguraikan analisa-analisa hukum, berdasarkan bukti yang ada, tentang alternatif penanganan dan tahap-tahap penyelesaian masalah hukum yang dihadapi si klien. Adanya legal opinion, diharapkan klien mendapatkan gambaran seperti apa proses advokasi yang akan dilakukan oleh si advokat tersebut.
Memberikan legal opinion merupakan salah satu bagian dari jasa hukum advokat. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan “Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”. Terlebih, legal opinion merupakan dasar perikatan dalam hubungan antara advokat dengan kliennya maka terhitung sejak legal opinion disampaikan kepada si klien maka sejak itu pulalah advokat yang bersangkutan berhak atas honorarium.
Implementasinya, adakalanya walaupun skema advokasi telah tersusun dalam legal opinion, tidak serta merta dapat dijalankan. Teknis penanganan perkara dilapangan lebih menentukan dapat tidaknya skema advokasi yang tersusun dalam legal opinion tersebut dijalankan. Ada kalanya, hambatan-hambatan dilapangan tidak dapat dihindarkan. Sepanjang hambatan-hambatan tersebut dibicarakan dan didiskusikan kepada klien dengan baik serta jelas, saya rasa, kelak klien akan paham. Kuncinya adalah komunikasi dan keterbukaan antara advokat dengan kliennya.
Great blog, hope to see more soon
BalasHapusGreat blog, hope to see more soon
BalasHapuslink exchange with me
BalasHapusterima kasih banyak.Artikelnya bagus apalagi kata-katanya menarik menambah wawasan dan pengalaman saya trims ya…lanjutkan artikelnya saya tunggu. Mampir ke blog saya dunk saya biz posting tadi. ini alamatnya http://regedit.blog.telkomspeedy.com/2009/02/11/fiber-optic/
BalasHapusjangan lupa komentarnya buat artikel saya.
INI BUKTI PUTUSAN HAKIM INDONESIA AMBURADUL
BalasHapusPutusan PN. Jakarta Pusat No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan (karena terindikasi gratifikasi di Polda Jateng serta pelanggaran fidusia oleh Pelaku Usaha). Inilah bukti inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia.
Quo vadis hukum Indonesia?
David Pangemanan,
(0274)9345675