Langsung ke konten utama
loading...

Advokat sebagai profesi terhormat ( officium nobile )


"Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile). " .... (dikutip dari kode etik Advokat Indonesia).
Secara pribadi saya sanggat bangga menyandang profesi Advokat. Bangga karena dengan profesi tersebut bida memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan kepada para pencari keadilan. Apalagi dengan embel-embel "Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma (pro deo) bagi orang yang tidak mampu".
Namun demikian atas nama profesi pula saya merasa malu ketika melihat teman sejawat dapat mengeluarkan stament yang seharusnya tidak keluar dari mulut seorang Advokat yang secara kode etik dan norma dituntut bersikap sopan terhadap semua pihak.
"Anwar itu orang yang baik, dia selalu terbuka dalam manajemen. Jadi kalau mau cari pengganti Anwar susah. Makanya siapa saja yang mau ganggu Anwar aku siap pasang badan. Aku bantai dia!" tegas Ruhut berapi-api. (dikutip dari http://www.kapanlagi.com/h/0000100602.html)
Terkesima, terbengong-bengong dan termenung ... itu yang pertama saya lakukan ketika membaca berita tersebut. Secara "diplomatis", mungkin kita harus membedakan stament itu keluar dari Ruhut selaku Advokat atau selaku Artis tapi terlepas dari hal tersebut tetap saja tidak pantas stament itu keluar. Biar bagaimanapun Ruhut tetap menyandang sebagai Advokat dan publik pun lebih mengenalnya sebagai Advokat.
"Sebelum mengakhiri wawancaranya Ruhut menitip pesan buat Roy Marten, "Roy loe jangan jadi boneka. Aku buka masa lalu kau. Hancur kau! Siapa saja yang serang Anwar aku bantai dia!!!""
Alamakkkkkkkkk ..... Mati Aku ....
Tidak tahukah atau tidak sadar si Ruhut akan ucapannya itu .... UCAPAN ITU SUDAH DAPAT DIKATEGORIKAN SEBAGAI UCAPAN YANG BERSIFAT MENGANCAM. Orang yang melakukan ancaman tergolong tindak pidana.
Cuplikan berita tersebut sudah cukup bagi saya untuk menanyakan kembali arti dari "Advokat = profesi terhormat" ..... Terhormatkah seorang Advokat mengeluarkan stament BODOH seperti itu !!!
Tanpa maksud untuk menggurui si Ruhut, saya hanya ingin mengingatkan bahwa Fungsi dan tujuan kode etik adalah untuk menjunjung martabat profesi dan menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil para anggotanya. Kode etik juga merupakan seperangkat kaedah prilaku sebagai pedoman yang harus dpatuhi dalam mengembankan suatu profesi dengan maksud Menjaga dan meningkatkan kualitas moral, Menjaga dan mengingkatkan kualitas keterampilan teknis dan Melindungi kesejahteraan materiil dari para pengemban profesi.
Jika si Ruhut BENAR JELAS DAN TERANG mengucapkan stament sebagaimana kutipan berita diatas .... MAKA ... INGIN BANGET GUE BANTAI SI RUHUT !!!!
Memang harus diakui bahwa norma-norma dalam kode etik Advokat belum bisa menimbulkan kepatuhan bagi para advokat. Walaupun didalam kode etik juga memuat sanksi-sanksi hukuman bagi si pelanggar.
Mungkin sudah seharusnya para Pengurus organisasi profesi Advokat untuk mempertimbangkan faktor lain yang menentukan efektivitas penegakan kode etik seperti �budaya� advokat Indonesia dalam memandang dan menyikapi kode etik yang diberlakukan terhadapnya.
�Budaya� solidaritas korps disinyalir merupakan salah satu penghambat utama dari tidak berhasilnya kode etik ditegakkan secara efektif. Solidaritas ini lebih dikenal dengan �Spirit of the Corps� yang bermakna luas sebagai semangat untuk membela kelompok atau korpsnya. Selain semangat membela kelompok, ada faktor perilaku advokat yang dipandang lebih menonjol ketika ia menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh teman sejawatnya atau oleh aparat penegak hukum lainnya, yakni budaya skeptis. Kecenderungan untuk berperilaku tidak acuh tampak jelas. Hal ini disebabkan karena berkembangnya ketidakpercayaan terhadap sistem peradilan yang sudah sangat korup dan rasa segan untuk bertindak �heroik� secara individual dalam tekanan suatu komunitas yang justru seringkali bergantung pada rusaknya sistem peradilan itu sendiri. Akibatnya, para advokat cenderung untuk berpraktek di luar pengadilan dan/atau membentuk kelompoknya sendiri.
Hmmmmmmmmmmmhhhh ....
Harapan saya semoga catatan ini dibaca oleh rekan Advokat untuk tidak mengikuti "budaya" Advokat yang ada ...
Semoga ...

Komentar

  1. memang benar tapi kami diluar bid Hukum udah lama begongnya lihat profesi ini di Indonesia he he,Advokat sbgai profesi terhormat tapi saya rasa seluruh profesi yang ada haruslah terhormat, karena semuanya ada tanggung jawabnya dan tugasnya masing2, so utk hal ini (ruhut)ada sangksi tdk dari Asosiasi Advokat indonesia?(ada keberanian utk menjadikan Advokat menjadikan benar2 terhormat or profesi biasa aja or sbgai profesi utk aroganisme & premanisme?) biasa aja seperti yg terjadi negara Hukum?
    Keep blogg, i like Your blog

    BalasHapus
  2. Anonim8:04 AM

    Yah bagaimana yah..

    Jangan-jangan dengan ucapan Ruhut itu, dia juga mungkin berusaha menutupi kedok dia, sebagai advokat dan juga sekaligus sebagai penjahat atau preman yg kita sdh hafal sepak terjangnya.
    Yang ditunggu sekarang apa rk ada tindakan dari asosiasi Advokat di Indonesia, mengenai kriteria seorang advokat??
    Kalau tidak, aduh kasihanya Indonesia, makin kelam sekali, siapa lagi yg bisa dipercayai dan dipegang kata-katany????

    BalasHapus

Posting Komentar

Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy