Pergerakan komunitas pecandu NAPZA yang diawali dengan kesadaran diri para pecandu akan hak-hak asasinya sebagai manusia untuk lebih diperhatikan oleh segenap komponen masyarakat dan Pemerintah telah membentuk opini publik yang jelas dan tegas bahwasanya Pecandu Napza adalah korban.
Korban dalam opini tersebut bukanlah korban dalam arti mereka, para pecandu mengingkari atas kesalahan perbuatannya mengkonsumsi Napza tersebut (Self victimizating victims). Yang dimaksud korban dalam opini tersebut, pecandu adalah Korban karena kebijakan Pemerintah yang mengkriminalkan mereka sebagai pelaku kejahatan. Korban stigmasisasi dari masyarakat yang sesungguhnya timbul karena masyarakat tidak pernah diberikan informasi dan pembelajaran publik tentang NAPZA yang jelas dan yang terakhir, Pecandu adalah korban karena rehabilitasi yang sesungguhnya merupakan kebutuhannya untuk keluar dari jeratan NAPZA itu sendiri ternyata tidak terpenuhi oleh Pemerintah.
Interaksi antar aparatur penegak hukum dalam Upaya Pemberantasan NAPZA Ilegal harus diakui telah menimbulkan penyimpangan hubungan sosial berupa kriminalisasi yang khas. Yang tidak hanya mengkriminalkan pecandu NAPZA tetapi juga telah mengkriminalkan masyarakat itu sendiri. Hal ini menghasilkan jenis-jenis kejahatan yang berbeda dengan kejahatan-kejahatan lain yang sebelumnya telah dikenal, sebagaimana ungkapan kejahatan merupakan produk dari masyarakat sendiri (crime is a product of society its self).
Bentuk kriminalisasi yang dialami masyarakat adalah seperti mengupayakan ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) bagi Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang tidak melaporkan anaknya yang pecandu kepihak berwajib (Pasal 86 ayat 1 UU No. 22/97). Sementara Pasal 88 mengatur pula tentang ancaman bagi Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan bagi Keluarganya yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Inilah awal bentuk kriminalisasi masyarakat dalam kebijakan Napza Ilegal.
Karena khawatir akan mendapat ancaman pidana ditambah minimnya sosialisasi bagi masyarakat tentang hak-hak pecandu pada akhirnya masyarakat lebih memilih meng-kriminal-kan para pecandu. Akhirnya, pecandu NAPZA semakin terpuruk dan termarginalkan oleh masyarakat itu sendiri. Mereka para pecandu NAPZA akhirnya harus menerima stigmasisasi yang negatif, pelecehan-pelecehan dan bentuk-bentuk kekerasan yang lain. Jika peng-kriminal-an tersebut dibiarkan maka sangat mungkin, kelak suatu saat nanti ada gerakan “Genosida atau genosid” bagi para Pecandu.
Perkembangan kejahatan akibat kebijakan kriminalisasi pecandu NAPZA saat ini, disadari atau tidak disadari, telah merasuk diseluruh komponen lapisan masyarakat. Bentuk kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat akibat kebijakan kriminalisasi pecandu NAPZA yang ada antara lain pelecehan seksual terhadap pecandu NAPZA perempuan dan penghinaan atau pencemaran nama baik atas diri masing-masing pecandu.
Berdasarkan kenyataan tersebut diharapkan ada perubahan pandangan para pembuat kebijakan tentang pecandu NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA apapun bentuknya memang terlarang dan harus dilarang tapi tidak sepatutnya hak-hak para pecandu untuk memperoleh hidup yang lebih baik menjadi terlarang pula. Untuk itu perlu suatu ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini hukum pidana, yang mampu menjangkau perlindungan hak-hak para pecandu NAPZA. Penyusunan suatu perundang-undangan pidana untuk menanggulangi kejahatan penyalahgunaan NAPZA tidaklah mudah mengingat terus berkembangnya NAPZA itu sendiri, untuk itu suatu kajian hukum mendalam tentang kompleksitas kriminalisasi menjadi relevan dan penting untuk dilakukan.
Korban dalam opini tersebut bukanlah korban dalam arti mereka, para pecandu mengingkari atas kesalahan perbuatannya mengkonsumsi Napza tersebut (Self victimizating victims). Yang dimaksud korban dalam opini tersebut, pecandu adalah Korban karena kebijakan Pemerintah yang mengkriminalkan mereka sebagai pelaku kejahatan. Korban stigmasisasi dari masyarakat yang sesungguhnya timbul karena masyarakat tidak pernah diberikan informasi dan pembelajaran publik tentang NAPZA yang jelas dan yang terakhir, Pecandu adalah korban karena rehabilitasi yang sesungguhnya merupakan kebutuhannya untuk keluar dari jeratan NAPZA itu sendiri ternyata tidak terpenuhi oleh Pemerintah.
Interaksi antar aparatur penegak hukum dalam Upaya Pemberantasan NAPZA Ilegal harus diakui telah menimbulkan penyimpangan hubungan sosial berupa kriminalisasi yang khas. Yang tidak hanya mengkriminalkan pecandu NAPZA tetapi juga telah mengkriminalkan masyarakat itu sendiri. Hal ini menghasilkan jenis-jenis kejahatan yang berbeda dengan kejahatan-kejahatan lain yang sebelumnya telah dikenal, sebagaimana ungkapan kejahatan merupakan produk dari masyarakat sendiri (crime is a product of society its self).
Bentuk kriminalisasi yang dialami masyarakat adalah seperti mengupayakan ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) bagi Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang tidak melaporkan anaknya yang pecandu kepihak berwajib (Pasal 86 ayat 1 UU No. 22/97). Sementara Pasal 88 mengatur pula tentang ancaman bagi Pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan bagi Keluarganya yang dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Inilah awal bentuk kriminalisasi masyarakat dalam kebijakan Napza Ilegal.
Karena khawatir akan mendapat ancaman pidana ditambah minimnya sosialisasi bagi masyarakat tentang hak-hak pecandu pada akhirnya masyarakat lebih memilih meng-kriminal-kan para pecandu. Akhirnya, pecandu NAPZA semakin terpuruk dan termarginalkan oleh masyarakat itu sendiri. Mereka para pecandu NAPZA akhirnya harus menerima stigmasisasi yang negatif, pelecehan-pelecehan dan bentuk-bentuk kekerasan yang lain. Jika peng-kriminal-an tersebut dibiarkan maka sangat mungkin, kelak suatu saat nanti ada gerakan “Genosida atau genosid” bagi para Pecandu.
Perkembangan kejahatan akibat kebijakan kriminalisasi pecandu NAPZA saat ini, disadari atau tidak disadari, telah merasuk diseluruh komponen lapisan masyarakat. Bentuk kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat akibat kebijakan kriminalisasi pecandu NAPZA yang ada antara lain pelecehan seksual terhadap pecandu NAPZA perempuan dan penghinaan atau pencemaran nama baik atas diri masing-masing pecandu.
Berdasarkan kenyataan tersebut diharapkan ada perubahan pandangan para pembuat kebijakan tentang pecandu NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA apapun bentuknya memang terlarang dan harus dilarang tapi tidak sepatutnya hak-hak para pecandu untuk memperoleh hidup yang lebih baik menjadi terlarang pula. Untuk itu perlu suatu ketentuan perundang-undangan, dalam hal ini hukum pidana, yang mampu menjangkau perlindungan hak-hak para pecandu NAPZA. Penyusunan suatu perundang-undangan pidana untuk menanggulangi kejahatan penyalahgunaan NAPZA tidaklah mudah mengingat terus berkembangnya NAPZA itu sendiri, untuk itu suatu kajian hukum mendalam tentang kompleksitas kriminalisasi menjadi relevan dan penting untuk dilakukan.
saya setuju dengan gagasannya untuk merubah paradigma negara yang telah meng-kriminalisasikan "drug user", besar harapan bahwa negara mau melihat persoalan yang lebih hakiki dan memperhatikan "drug user" sebagai korban dari NAPZA itu sendiri.
BalasHapussehingga dikemudian hari, polisi tidak lagi nguber2 pemakai untuk ditahan atau "diberdayakan", melainkan polisi memang fokus untuk menghancurkan jaringan serta produsen NAPZA.
aneh bukan kalau "drug user", yang telah menjadi korban itu untuk selanjutnya ditangkapi dan diperlakukan sebagai penjahat, emangnya tuh "drug user" sudah merugikan orang lain?
/LT.
Saya setuju dengan LT. Tp itulah, sedikit sekali orang yang berparadigma sepeerti anda.
BalasHapusSaya undang anda berdiskusi di www.banirisset.com