Langsung ke konten utama
loading...

KDRT dengan perempuan sebagai pelakunya

lu liat dah tuh ototnya ...
Umumnya bicara tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), masyarakat awam akan berpikir bahwa korbannya adalah wanita. Ya, wanita dengan segala kelemahan dan kekurangannya karena menanggung konskuensi dari kelaminnya tersebutlah pada akhirnya menempatkan dirinya sebagai korban. Tapi benarkah demikian adanya ? Apakah selamanya pelaku KDRT adalah laki - laki ?


Pasal 1 UU No. 23/ 2004 menyatakan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Berdasarkan pengertian KDRT sebagaimana dimaksud pasal 1 tersebut maka jelas dan terang tidak selamanya pelaku KDRT adalah laki-laki. Perempuan atau yang notabene seorang ibu rumah tangga, bisa saja melakukan kekerasan dalam rumah tangganya namun karena pada umumnya secara kodrat alaminya perempuan mempunyai fisik yang lebih lemah dari laki-laki maka pada umumnya pula kebanyakan korbannya adalah perempuan. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) tentang Lingkup rumah tangga yang diatur dalam UU No. 23/ 2004 yakni meliputi suami, isteri, dan anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.


Saya berkenyakinan kuat bahwa stigmasisasi bahwa suami adalah laki-laki yang kuat sangat mendalam dalam benak masyarakat pada umumnya. Dengan stigmasisasi tersebut pada akhirnya laki-laki menjadi terkorbankan. Ketika seorang suami menjadi korban KDRT yang dilakukan istrinya sendiri, rasanya masyarakat akan lebih mengecapnya sebagai "pejantan ayam sayur" dibandingkan melihat sisi si suami sebagai "korban". Tapi coba kalau si ayam sayur tersebut melawan kekerasan yang dilakukan istrinya tersebut, pasti yang ada adalah komentar ... "Tega banget! Istri kok dijadikan sarung sasak, cuma buat dijadikan sarana pelampiasan amarah”.“Beraninya kok sama wanita? Bisanya cuma menyakiti makhluk yang lemah” ... lha kog ? bingung khan ...


Masih yakin kalau perempuan itu adalah mahluk yang lemah ? coba liat video yang ini


Komentar

  1. Anonim11:29 PM

    Assalamu'alaikum wr. wb.



    ini japri lho pak wahyu.



    saya setuju banget,Pak!!!

    sebab perempuan sangat bisa melakukan KDRT,dan gak tanggung2,kekerasan psikologis. langsung menohok ke perasaan alias alam bawah sadar, yang katanya buku Quantum Ikhlas,energi quantanya sangat besar dan lebih dominan mempengaruhi kehidupan manusia.



    contoh suami yang frustrasi,yang walaupun merasa do the best thing he could but never enough buat si istri. dan kasus seperti ini pasti banyak. lha wong dalil di qur'an n hadist sudah mengisyaratkan seperti itu.banyak istri2 yang gak syukur terhadap suami.

    kata2nya si kedengaran sepele "tidak bersyukur" atau "kurang bersyukur".

    tapi pada kenyataannya sifat tersebut bisa jadi real hard pressure buat si suami,ya karena itu tadi,langsung menohok ke dasar hati paling dalam dan alam bawah sadar.

    dan sepertinya sudah jadi stereotip perempuan suka membesar2kan hal kecil,dan suka mengungkit2 kekhilafan orang (walaupun orang tsb sudah tobat)


    terus terang ya, Pak.selama saya hidup di dunia (dan sekarang alhamdulillah masih di hidup) setiap saya kesandung masalah,pasti penyebabnya perempuan.kalo saya inget2,saya gak pernah ya punya masalah sama laki2.kalaupun ada, adalah laki2 yang sudah terprovokasi oleh perempuan.

    saya menyadari ini sejak lama,dan ini saya jadikan perenungan dan peringatan buat saya supaya JANGAN MENJADI PEREMPUAN KEBANYAKAN.



    segitu aja deh

    BalasHapus

Posting Komentar

Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy