Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 ternyata Republik ini masih memperlakukan perbedaan golongan bagi Warga Negaranya. Padahal jauh sebelum diberlakukan UU No. 23 Tahun 2006, penggunaan penggolongan-penggolongan Warga Negara sudah tidak diberlakukan terhitung sejak diterbitkannya Intruksi Presidium Kabinet Ampera No. 31/U/12/1966 yang pada pokoknya menyatakan penggolongan-penggolongan berdasarkan pasal 131 IS dan 163 IS di seluruh Indonesia TIDAK LAGI BERLAKU dan untuk selanjutnya kantor Catatan Sipil di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk di Indonesia serta hanya antara warga Indonesia dan orang asing.
Pemberlakuan diskriminasi tersebut secara jelas-jelas dilakukan oleh Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta dalam memproses akta kelahiran terlambat bagi mereka yang tergolong warga keturunan (lebih spefikasi, keturunan yang dimaksud adalah keturunan Cina). Dalam pengurusannya mereka mensyaratkan adanya SKBRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia). Ini jelas ketentuannya yang “bodoh”. Bodoh karena dasar hukum berlakunya SKBRI yakni pasal 1 huruf b Undang-Undang No. 62 /1958 jis pasal 2 dan 3 Undang-Undang No. 4/1969 sesungguhnya telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006.
Ketentuan bodoh lainnya yang diberlakukan sebelum dibuatkan akta kelahiran si pemohon harus mendapatkan Penetapan Pengadilan Negeri tentang pencatatan kelahiran si anak padahal berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 4 Tahun 2004 tentang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil tidak mengatur ketentuan tersebut. Keharusan untuk mendapatkan penetapan pengadilan negeri sesungguhnya hanya berlaku untuk Warga Negara Asing. Ini jelas menyesakkan bagi mereka yang terlahir sebagai orang keturunan. Walaupun secara de facto mereka adalah Warga Negara Indonesia tetapi secara de jure mereka adalah Warga Negara Asing. Ironis.
Kebodohan dari Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta dalam memproses akta kelahiran terlambat bagi mereka yang tergolong warga keturunan semakin tampak jelas dari surat permohonan penetapan pencatatan kelahiran yang terlambat yang dibuatnya. Disurat permohonannya tersebut mereka jelas dan terang mencantumkan “berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006”. Satu sisi mereka memperlakukan penggolongan Warga Negara disisi lain mereka juga mengakui bahwasanya tidak ada penggolongan tersebut. Ketika hal tersebut dipertanyakan mereka hanya menjawab “memang begitu prosedurenya”.
Pengadilan sebagai lembaga penyelesaian hukum ternyata juga ikut-ikutan dalam kebodohan ini. Pengadilan yang seharusnya bertindak atas formalitas hukum tampaknya lebih meng-amin-kan kebodohan yang dilakukan Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta. Mereka tidak mempermasalahkan pandangan diskriminasi Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta tersebut. Dengan kata-kata bijak mereka hanya mengatakan “ini khan untuk kepentingan anda juga, jadi yach ikuti aja prosedurenya”. Hmmmh …. cape deeeeh !!!
Pemberlakuan diskriminasi tersebut secara jelas-jelas dilakukan oleh Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta dalam memproses akta kelahiran terlambat bagi mereka yang tergolong warga keturunan (lebih spefikasi, keturunan yang dimaksud adalah keturunan Cina). Dalam pengurusannya mereka mensyaratkan adanya SKBRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia). Ini jelas ketentuannya yang “bodoh”. Bodoh karena dasar hukum berlakunya SKBRI yakni pasal 1 huruf b Undang-Undang No. 62 /1958 jis pasal 2 dan 3 Undang-Undang No. 4/1969 sesungguhnya telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006.
Ketentuan bodoh lainnya yang diberlakukan sebelum dibuatkan akta kelahiran si pemohon harus mendapatkan Penetapan Pengadilan Negeri tentang pencatatan kelahiran si anak padahal berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 4 Tahun 2004 tentang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil tidak mengatur ketentuan tersebut. Keharusan untuk mendapatkan penetapan pengadilan negeri sesungguhnya hanya berlaku untuk Warga Negara Asing. Ini jelas menyesakkan bagi mereka yang terlahir sebagai orang keturunan. Walaupun secara de facto mereka adalah Warga Negara Indonesia tetapi secara de jure mereka adalah Warga Negara Asing. Ironis.
Kebodohan dari Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta dalam memproses akta kelahiran terlambat bagi mereka yang tergolong warga keturunan semakin tampak jelas dari surat permohonan penetapan pencatatan kelahiran yang terlambat yang dibuatnya. Disurat permohonannya tersebut mereka jelas dan terang mencantumkan “berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006”. Satu sisi mereka memperlakukan penggolongan Warga Negara disisi lain mereka juga mengakui bahwasanya tidak ada penggolongan tersebut. Ketika hal tersebut dipertanyakan mereka hanya menjawab “memang begitu prosedurenya”.
Pengadilan sebagai lembaga penyelesaian hukum ternyata juga ikut-ikutan dalam kebodohan ini. Pengadilan yang seharusnya bertindak atas formalitas hukum tampaknya lebih meng-amin-kan kebodohan yang dilakukan Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta. Mereka tidak mempermasalahkan pandangan diskriminasi Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta tersebut. Dengan kata-kata bijak mereka hanya mengatakan “ini khan untuk kepentingan anda juga, jadi yach ikuti aja prosedurenya”. Hmmmh …. cape deeeeh !!!
Hahahaha di Indonesia hukum itu tidak berlaku, wong yang membuat hukum pun tidak mentaati hukum
BalasHapus