Organisasi Advokat PERADI tidak sama dengan Organisasi Advokat seperti IKADIN, AAI, HKHPM, IPHI, SPI, dan lain-lainnya, sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang No.18/2003.
Organisasi Advokat seperti IKADIN, AAI, HKHPM, IPHI, SPI, dan lain-lainnya itu, adalah organisasi profesi yang didirikan/dibentuk berdasarkan UU ORMAS No.8 tahun 1985, sebagai pengejawantahan hak warga negara dalam mengekspresikan kebebasan berpendapat dan berserikat yang dilindungi oleh konstitusi negara kita, Republik Indonesia.
Organisasi Advokat yang dibentuk berdasarkan UU ORMAS itu, dapatlah kita kategorikan sebagai Organisasi Massa, yang sejak dulu hingga kini TIDAK PERNAH memiliki kewenangan untuk mengangkat advokat.
Pengangkatan Advokat, sebelum diundangkannya UU Advokat (UU No.18/2003), merupakan kewenangan negara yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, c.q. Ketua Pengadilan Tinggi. Oleh karena itu, masih banyak Advokat yang menjadi advokat berdasarkan Surat Ketua Pengadilan Tinggi (SKPT) dan diambil langsung sumpahnya oleh Ketua Pengadilan Tinggi.
Jadi, sebelum diundangkannya UU Advokat, untuk menjadi advokat itu berdasarkan SKPT dan diambil sumpahnya oleh KPT. Bukan diangkat oleh Organisasi Massa yang ada, seperti IKADIN, AAI, HKHPM, IPHI, SPI, dll. Bukan!!!
Jaman telah berubah, UU Nomor 18 tahun 2003 tentang ADVOKAT telah diundangkan dan berlaku efektif sejak diundangkan. UU Advokat jelas tegas memerintahkan PARA ADVOKAT yang tergabung di dalam ORMAS seperti IKADIN, AAI, SPI, IPHI, HKHPM, dll sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 32 ayat (3), (ada 8 Organisasi Advokat yang dibentuk berdasarkan UU ORMAS), untuk membentuk ORGANISASI PROFESI berdasarkan UU ADVOKAT. Ke-8 ORMAS Profesi Advokat itu dikenal dengan nama Komite Kerja Advokat Indonesia atau disingkat KKAI. Oleh karenanya, KKAI berdasarkan UU Advokat No.18/2003, berhak dan berwenang untuk membentuk Organisasi Profesi Advokat yang dibentuk/didirikan berdasarkan UU ADVOKAT.
Pada tanggal 21 Desember 2004, KKAI mendeklarasikan (menyatakan) bahwa ke-8 organisasi profesi dimaksud sepakat mendirikan Organisasi Advokat Indonesia dengan nama PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Advokat (UU NO.18/2003).
Jadi, ditegaskan kembali, bahwa PERADI bukanlah organisasi profesi advokat yang dibentuk berdasarkan kebebasan berserikat dan berkumpul, melainkan berdasarkan perintah UU Advokat untuk melaksanakan tugas dan wewenang, seperti dan terbatas pada hal-hal yang diatur di dalam UU Advokat. Dan karenanya, di dalam Pasal 28 UU Advokat, ditegaskan bahwa Organisasi Profesi yang dibentuk berdasarkan UU Advokat tersebut hanya ada 1 (satu), sehingga tidak mungkin membentuk organisasi sejenis dan setara lainnya.
Bila ingin membentuk organisasi profesi berdasarkan hak warga negara dalam menggunakan kebebasannya berpendapat dan berserikat, tentunya masih dipersilahkan. Namun bila membentuk organisasi profesi advokat yang setara dengan PERADI, tentunya wajib mengikuti dan berdasarkan UU Advokat.
Namun tampaknya, untuk membentuk organisasi profesi yang didasarkan kepada UU Advokat, adalah sebuah kemustahilan di negara hukum, Republik Indonesia ini, karena di dalam Pasal 32 ayat (4) UU Advokat, dengan tegas diatur: "Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang
ini, Organisasi Advokat telah terbentuk".
Seluruh Advokat Indonesia bersyukur bahwa KKAI telah melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan mendirikan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh UU Advokat.
PERADI saat ini telah melaksanakan perintah UU Advokat, yakni dengan menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dengan bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan terkemuka di Indonesia dan menyelenggarakan Ujian Profesi Advokat (UPA) yang dikenal "Zero KKN", dan yang paling penting adalah bahwa PERADI adalah satu-satunya Organisasi Profesi yang berhak untuk mengusulkan Advokat agar dapat diambil sumpahnya oleh Ketua Pengadilan Tinggi.
Didalam pidato setelah penandatanganan perjanjian perdamaian antara PERADI dengan KAI, Ketua Mahkamah Agung, Bp. harifin Tumpa berpesan kepada masyarakat, agar berhati-hati dan cermat dalam memilih instansi penyelenggara ujian profesi advokat agar dapat dilantik dan diambil sumpahnya di depan Ketua Pengadilan Tinggi Republik Indonesia.
Semoga tulisan ini dapat dipahami oleh segenap masyarakat bahwa negara tidak pernah menghalangi kebebasan berserikat bagi setiap warga negaranya, namun untuk menyelenggarakan sertifikasi profesi advokat, menurut UU Advokat, hanya diperkenankan 1 (satu) saja agar ada standarisasi pelayanan jasa hukum dan untuk melindungi kepentingan konsumen jasa hukum.
Infob Yang Sangat Menarik
BalasHapus