Perburuan, pemilikan dan perdagangan ilegal hidupan liar (tumbuhan dan satwa), terutama perdagangan satwa dilindungi dan satwa langka masih berlangsung hingga saat ini. Hal ini tentu saja merupakan ancaman kepunahan yang sangat serius terhadap berbagai spesies langka di Indonesia.
Tingginya keuntungan yang dapat diperoleh dan kecilnya risiko hukum yang harus dihadapi oleh pelaku perdagangan ilegal tersebut membuat perdagangan ilegal hidupan liar menjadi daya tarik besar bagi para pelaku untuk melakukan ti ndak kejahatan tersebut. Meskipun sudah cukup banyak pelaku yang dihukum, namun hukuman yang diberikan umumnya masih terlalu rendah sehingga belum bisa memberikan efek jera (dett erent eff ect) bagi para pelaku lainnya.
Perdagangan ilegal hidupan liar bersifat sangat kompleks dan melibatkan banyak pihak mulai dari pemburu hingga eksportir. Tidak sedikit kasus perdagangan ilegal hidupan liar yang melibatkan oknum petugas serta aparat keamanan. Ini membuktikan bahwasanya perdagangan ilegal hidupan liar juga merupakan kejahatan yang telah terorganisir dengan rapi, memiliki jaringan luas dan kuat serta dengan modus penyelundupan yang terus berkembang. Tidak salah, dikalangan LSM pemerhati dan pelestarian hidupan liar sering melempar jargon-jargon "mafia perdagangan satwa liar" karena banyak fakta bahwasanya dalam beberapa kasus perdagangan ilegal hidupan liar justru dilakukan oleh eksporti r hidupan liar yang memiliki ijin resmi.
Harus diakui bahwasanya Pemerintah telah memberikan perhatian terhadap upaya perlindungan hidupan liar. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah perundang-undangan dan peraturan untuk membantu pengendalian perdagangan ilegal hidupan liar. Tetapi, para pedagang ilegal (termasuk pedagang legal) juga melakukan adaptasi secara cepat terhadap perubahan peraturan dan perundang-undangan yang ada, misalnya dengan mengembangkan metoda penyelundupan yang baru dan membentuk rute perdagangan yang lebih aman untuk menghindari pengawasan. Salah satu sebab utama masih terus berlangsungnya perdagangan ilegal hidupan liar adalah karena masih lemahnya penegakan hukum terhadap kejahatan hidupan liar tersebut. Belum optimalnya koordinasi antara aparat penegak hukum dalam menangani perdagangan ilegal hidupan liar juga menjadi kendala opti malisasi penegakan hukum yang dilakukan. Disisi lain, pengetahuan perundang-undangan khususnya yang terkait dengan perlindungan hidupan liar masih belum tersosialisasi dengan baik pada aparat penegak hukum.
Banyak propinsi atau wilayah-wilayah di Indonesia yang tercatat sebagai salah satu provinsi/ wilayah yang memiliki kekayaan keberagaman satwa liar. Namun ironisnya praktek perburuan dan perdagangan satwa liar menempatkan provinsi/ wilayah tersebut sebagai daerah yang rawan dan rentan terjadinya tindak kejahatan aktivitas ilegal tersebut. Didukung oleh letak yang strategis, meningkatnya daerah pertumbuhan dan pelaku ekonomi, akses dan sarana transportasi yang banyak dan beragam serta belum optimalnya pengawasan menambah maraknya ti ndak kejahatan ilegal tersebut. Salah satu contoh adalah propinsi Riau dimana dalam kurun waktu tahun 2005 - 2010, tercatat sedikitnya 7 kasus aktivitas perburuan Harimau Sumatera setiap tahunnya, yang mengakibatkan hilangnya populasi harimau di alam liar. Tidak saja Harimau Sumatera, berbagai satwa lain seperti gajah sumatera, beruang, berbagai jenis reptile, primata dan burung juga turut sering diburu dan diperdagangkan.
Karenanya meningkatkan pengetahuan dan kesadaran aparat penegak hukum dan lembaga hukum terhadap seriusnya masalah perdagangan ilegal hidupan liar merupakan suatu tuntutan mutlak. Para penegak hukum dan lembaga hukum sudah seharusnya pula mengetahui regulasi-regulasi internasional tentang hidupan liar seperti konvensi CITES (Conventi on on International Trade in Endangered of Wild Fauna and Flora), sebagai barometer regulasi nasional terkait perlindungan dan pelestarian hidupan liar. Serta, sudah seharusnya pula ditingkatkan koordinasi aparat penegak hukum dan LSM dalam rangka mengungkap perdagangan satwa liar agar dapat dilakukan penegakan hukumnya secara tuntas. Hal ini perlu dilakukan guna menghindari "gap-gap" antara LSM dengan aparat penegak hukum
Komentar
Posting Komentar
Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id