Independensi kekuasaan kehakiman sangatlah
penting untuk sebuah kekuasaan kehakiman yang jujur, tidak memihak dan efektif,
namun akuntabilitas terhadap kekuasaan kehakiman juga merupakan hal yang utama
dan dapat dikatakan pula bahwasanya akutanbilitas kekuasaan kehakiman merupakan
faktor pelengkap bagi pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Tanpa adanya
akuntabilitas terhadap kekuasaan kehakiman niscaya keadilan tidak akan dapat
dilayani.
Independensi Kekuasaan Kehakiman memang mutlak diperlukan bahkan dipelihara dan dipertahankan oleh setiap masyarakat dengan empat alasan dasar, yakni :
1). Untuk memenuhi kebutuhan
dasar masyarakat serta melindungi hak-hak hukum masyarakat guna menyelesaikan
segala perselisihan merka tanpa dipengaruhi oleh faktor internal atau
eksternal;
2). Memenuhi doktrin pemisahan
kekuasaan negara yang menuntut bahwa Kekuasaan Kehakiman harus independen dari
dua pilar negara, yaitu eksekutif dan legislatif,
3). Aturan hukum mengharuskan Kekuasaan
Kehakiman bersifat independen, dan
4). Memastikan hak asasi manusia
dan kebebasan fundamental kepada anggota masyarakat oleh karenanya Hakim harus
diberikan kebebasan dan kekuasaan otonom dari semua faktor internal dan
eksternal yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk bekerja tanpa rasa takut.
Argumen paling mendasar dalam mendukung akuntabilitas kekuasaan kehakiman
adalah untuk mencegah para hakim dan lembaga mereka dari penyalahgunaan kewewenangan
dan pelaksanaan akuntabilitas tersebut dapat menunjukkan bahwasanya sistem kekuasaan
kehakiman dan hakim seharusnya berfungsi sesuai dengan segala macam petunjuk
tertulis dan tidak tertulis serta aturan-aturan hukum yang ada. Argumentasi
lain adalah. akuntabilitas merupakan akibat yang wajar dalam menjalankan
kekuasaan. Ingat, peran hakim atas penyelesaian perselisihan dan
menciptakan keadilan bagi masyarakat sangatlah luar biasa. Peran yang besar
tentunya menuntut tanggung jawab secara prosedural dan substantif dari seorang hakim.
Kiranya perlu dipahami pula
bahwasanya ada dua hambatan utama untuk akuntabilitas kekuasaan kehakiman ini
yakni konsep kekebalan hukum dan konsep res judicata (putusan hakim adalah
tetap benar meskipun keliru). Konsep kekebalan hukum berasal kekuatannya
dari prinsip lama bahwa "raja tidak bisa berbuat salah". Bahkan
konsep kedaulatan tampaknya tidak dapat didamaikan dengan gagasan tanggung
jawab negara.
Rintangan kedua untuk akuntabilitas kekuasaan kehakiman adalah prinsip res judicata. Keputusan-keputusan yudisial yang mencapai finalitas, res judicata, menjadi hukum bagi diri mereka sendiri dan tindakan yang menciptakan hukum tidak dapat melawan hukum. Jadi, setiap keputusan yang salah yang telah mencapai finalitas tidak bisa berfungsi sebagai dasar bagi akuntabilitas hakim. Memang terhadap keputusan yang salah masih bisa diupayakan perlawanan dengan melakukan banding, kasasi atau peninjauan kembali namun hal tersebut tetap dikurung dengan beberapa pembatasan.
Yang terbesar dari semua permasalahan penegakan dan pelaksanaan akuntabilitas kekuasaan kehakimana adalah bagaimana memberikan efek sedemikian rupa sehingga independensi kekuasaan kehakiman tidak terganggu. Pada kenyataannya, ini adalah aspek yang sangat halus yang perlu penanganan yang sangat hati-hati.Para hakim tidak bisa dibuat tunduk kepada eksekutif
politik atau legislatif, dan tidak boleh pula mereka ditundukkan oleh aturan
hukum. Disini diperlukan keseimbangan menguntungkan antara independensi kekuasaan
kehakiman dan akuntabilitas dengan menundukkan hakim kepada suatu mekanisme pengawasan
yang bertujuan meningkatkan kinerja dan kekuasaan kehakiman tanpa mengurangi
isolasi mereka dari kekuatan intrinsik dan ekstrinsik.
Pakar ilmu hukum dan politik telah menyusun model yang berbeda dan tipologi akuntabilitas pengadilan, membaginya ke dalam kategori hukum, politik dan sosial. Semua model ini berguna untuk masyarakat. Secara umum, adalah mudah untuk mengamati bahwa dimensi struktural independensi kekuasaan kehakiman harus diperkuat dengan memastikan bahwa proses pengangkatan hakim harus multi-faceted, kekebalan hukum untuk tingkat pernyataan kekuasaan kehakiman harus dilestarikan, keamanan remunerasi dan masa jabatan seorang hakim harus dipastikan, penghapusan hakim harus hanya atas dasar ketidakmampuan dan kenakalan dan itu juga setelah proses jatuh tempo dan melalui forum hukum yang kuat dan akhirnya, politik non-afiliasi para hakim juga harus dijamin melalui pengaturan-pengaturan kelembagaan yang tepat. Sisi perilaku independensi kekuasaan kehakiman dapat diperiksa dengan menggunakan perangkat penyelidikan dan penyidikan terhadap perilaku hakim tanpa merusak semangat penting dari kebebasan dan otonomi seorang hakim. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun dan terus memperbaiki aturan kode etik yang sewajarnya dan penerapan disiplin untuk hakim dengan mengamati kepatuhan, catatan kompetensi hakim, membatasi masa jabatan serta mempublikasikan kekayaan yang dimiliki oleh hakim ke publik.
Rintangan kedua untuk akuntabilitas kekuasaan kehakiman adalah prinsip res judicata. Keputusan-keputusan yudisial yang mencapai finalitas, res judicata, menjadi hukum bagi diri mereka sendiri dan tindakan yang menciptakan hukum tidak dapat melawan hukum. Jadi, setiap keputusan yang salah yang telah mencapai finalitas tidak bisa berfungsi sebagai dasar bagi akuntabilitas hakim. Memang terhadap keputusan yang salah masih bisa diupayakan perlawanan dengan melakukan banding, kasasi atau peninjauan kembali namun hal tersebut tetap dikurung dengan beberapa pembatasan.
Yang terbesar dari semua permasalahan penegakan dan pelaksanaan akuntabilitas kekuasaan kehakimana adalah bagaimana memberikan efek sedemikian rupa sehingga independensi kekuasaan kehakiman tidak terganggu. Pada kenyataannya, ini adalah aspek yang sangat halus yang perlu penanganan yang sangat hati-hati.
Pakar ilmu hukum dan politik telah menyusun model yang berbeda dan tipologi akuntabilitas pengadilan, membaginya ke dalam kategori hukum, politik dan sosial. Semua model ini berguna untuk masyarakat. Secara umum, adalah mudah untuk mengamati bahwa dimensi struktural independensi kekuasaan kehakiman harus diperkuat dengan memastikan bahwa proses pengangkatan hakim harus multi-faceted, kekebalan hukum untuk tingkat pernyataan kekuasaan kehakiman harus dilestarikan, keamanan remunerasi dan masa jabatan seorang hakim harus dipastikan, penghapusan hakim harus hanya atas dasar ketidakmampuan dan kenakalan dan itu juga setelah proses jatuh tempo dan melalui forum hukum yang kuat dan akhirnya, politik non-afiliasi para hakim juga harus dijamin melalui pengaturan-pengaturan kelembagaan yang tepat. Sisi perilaku independensi kekuasaan kehakiman dapat diperiksa dengan menggunakan perangkat penyelidikan dan penyidikan terhadap perilaku hakim tanpa merusak semangat penting dari kebebasan dan otonomi seorang hakim. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun dan terus memperbaiki aturan kode etik yang sewajarnya dan penerapan disiplin untuk hakim dengan mengamati kepatuhan, catatan kompetensi hakim, membatasi masa jabatan serta mempublikasikan kekayaan yang dimiliki oleh hakim ke publik.
Singkatnya, independensi kekuasaan kehakiman sangat penting untuk sebuah kekuasaan kehakiman yang adil, tidak memihak dan efektif, tetapi akuntabilitas pengadilan juga merupakan pelengkap untuk itu.
Komentar
Posting Komentar
Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id