Dalam masalah harta peninggalan terkadang seseorang lebih memilih bentuk pembagian harta peninggalannya kepada para ahli warisnya dalam bentuk surat wasiat (testament). Kecenderungan untuk memilih wasiat dalam pembagian harta peninggalan, umumnya dipilih untuk menghindari konflik yang berkepanjangan atas harta peninggalan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena pada umumnya pula, pewaris tidak ingin harta peninggalannya dapat dinikmati oleh pihak-pihak lain selain ahli warisnya. Pewaris biasanya berkeinginan hanyalah garis keturunan kebawah yang dapat menikmati harta peninggalannya.
Secara praktik, memang lebih mudah melakukan pembagian harta peninggalan yang berdasarkan pada surat wasiat dibandingkan dengan pembagian harta peninggalan berdasarkan pewarisan mengingat dalam pewarisan sering timbul suatu perselisihan sekitar soal siapakah ahli warisnya dan siapakah yang berhak memperoleh hak milik atas harta warisan. Jika persoalan tersebut tidak dapat dipecahkan mau tidak mau harus menempuh jalur litigasi yang pada praktiknya Pengadilan sebelum memutus pihak mana yang berhak sebagai ahli waris akan memerintahkan terlebih dahulu kepada si pemegang harta warisan tersebut untuk ditaruh terlebih dahulu di Balai Harta Peninggalan. Alih-alih untuk menikmati harta peninggalan pada akhirnya para ahli waris harus mengganti segala biaya, rugi dan bunga serta meminta kepada Pengadilan yang bersangkutan untuk mencabut penyegelan dan penghapusan daftar harta peninggalan yang singkat kata biaya-biaya tersebut belum tentu sebanding dengan nilai harta warisan yang didapat oleh para ahli waris.
Berbeda dengan pembagian harta peninggalan dengan surat wasiat yang langsung dapat dilakukan pembagiannya. Dalam surat wasiat, pewaris telah memuat pernyataan-pernyatan yang tegas tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia. Didalam wasiat, pewaris telah menetapkan siapa-siapa yang akan menjadi ahli warisnya kelak berikut dengan bagiannya masing-masing ahli waris tersebut. Didalam wasiatnya tersebut, pewaris juga telah menunjuk dan mengangkat seorang atau beberapa orang sebagai pelaksana dari wasiatnya tersebut.
Meskipun pembagian harta peninggalan dengan mendasarkan pada surat wasiat lebih mudah dibandingkan melalui warisan karena kematian, tidak tertutup kemungkinan terdapat konflik-konflik yang dapat memecah belah nilai-nilai kekeluargaan diantara para ahli waris. Konflik-konflik tersebut umumnya terletak pada masalah pembagian yang dianggap tidak adil oleh salah satu pihak ahli waris atau penetapan bagian harta peninggalan tersebut bersinggungan dengan bagian mutlak (legitime portie) ahli waris.
Dari asumsi merasa tidak adanya keadilan atau penetapan bagian waris yang tidak sama antara satu ahli waris dengan ahli waris yang lain, pada akhirnya bermuara pada tuntutan untuk membatalkan isi atau ketetapan wasiat tersebut.
Secara praktik, memang lebih mudah melakukan pembagian harta peninggalan yang berdasarkan pada surat wasiat dibandingkan dengan pembagian harta peninggalan berdasarkan pewarisan mengingat dalam pewarisan sering timbul suatu perselisihan sekitar soal siapakah ahli warisnya dan siapakah yang berhak memperoleh hak milik atas harta warisan. Jika persoalan tersebut tidak dapat dipecahkan mau tidak mau harus menempuh jalur litigasi yang pada praktiknya Pengadilan sebelum memutus pihak mana yang berhak sebagai ahli waris akan memerintahkan terlebih dahulu kepada si pemegang harta warisan tersebut untuk ditaruh terlebih dahulu di Balai Harta Peninggalan. Alih-alih untuk menikmati harta peninggalan pada akhirnya para ahli waris harus mengganti segala biaya, rugi dan bunga serta meminta kepada Pengadilan yang bersangkutan untuk mencabut penyegelan dan penghapusan daftar harta peninggalan yang singkat kata biaya-biaya tersebut belum tentu sebanding dengan nilai harta warisan yang didapat oleh para ahli waris.
Berbeda dengan pembagian harta peninggalan dengan surat wasiat yang langsung dapat dilakukan pembagiannya. Dalam surat wasiat, pewaris telah memuat pernyataan-pernyatan yang tegas tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia. Didalam wasiat, pewaris telah menetapkan siapa-siapa yang akan menjadi ahli warisnya kelak berikut dengan bagiannya masing-masing ahli waris tersebut. Didalam wasiatnya tersebut, pewaris juga telah menunjuk dan mengangkat seorang atau beberapa orang sebagai pelaksana dari wasiatnya tersebut.
Meskipun pembagian harta peninggalan dengan mendasarkan pada surat wasiat lebih mudah dibandingkan melalui warisan karena kematian, tidak tertutup kemungkinan terdapat konflik-konflik yang dapat memecah belah nilai-nilai kekeluargaan diantara para ahli waris. Konflik-konflik tersebut umumnya terletak pada masalah pembagian yang dianggap tidak adil oleh salah satu pihak ahli waris atau penetapan bagian harta peninggalan tersebut bersinggungan dengan bagian mutlak (legitime portie) ahli waris.
Dari asumsi merasa tidak adanya keadilan atau penetapan bagian waris yang tidak sama antara satu ahli waris dengan ahli waris yang lain, pada akhirnya bermuara pada tuntutan untuk membatalkan isi atau ketetapan wasiat tersebut.
Komentar
Posting Komentar
Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id