Langsung ke konten utama
loading...

Mengundurkan Diri Dalam Perjanjian Kerja

Permasalahan/ klasul ganti rugi dalam perjanjian kerja kerap kali menjadi momok tersendiri bagi pekerja yang berkeinginan mengundurkan diri. Pekerja menganggap pengunduran diri merupakan haknya sementara pengusaha/ pihak pemberi kerja menganggap menuntut ganti rugi merupakan haknya pula. Solusinya adalah kedua belah pihak harus menyadarkan posisi dan peranannya masing-masing.

Pasal 62 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN menyatakan sebagai berikut :

“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/ buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja”

Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa pihak yang mengakhiri perjanjian wajib membayar ganti rugi kepada pihak lain. Jadi, jika anda sebagai pekerja yang ingin mengundurkan diri dalam perjanjian kerja sebaiknya anda mempertimbangkan tentang kewajiban membayar ganti rugi kepada perusahaan/ pihak pemberi kerja.

Usahakan, ketika niat untuk mengundurkan diri tersebut sudah bulat, dapat dibicarakan kepada pihak perusahaan/ pihak pemberi kerja. Sebutkan, bahkan kalau perlu, uraikan alasan-alasan mengapa anda mengundurkan diri tersebut. Jika alasan-alasan pengunduran diri tersebut terkait dengan kondisi kerja dan hal tersebut dapat diterima oleh pihak perusahaan/ pemberi kerja kiranya kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja anda dapat dihindarkan. Management perusahaan yang baik tentunya tidak akan mempermasalahkan klausul ganti rugi tersebut.

Secara hukum sesungguhnya tuntutan ganti rugi dalam perjanjian kerja dapat dihindarin jika dalam pengunduran diri tersebut pekerja memiliki alasan yang mendesak. Hal ini diatur dalam pasal 1603 huruf p KUHPerdata. Alasan-alasan yang mendesak antara lain dapat dianggap ada :

1. Apabila Pengusaha/ pemberi kerja menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam sunguh-sungguh si pekerja, atau membiarkan bahwa perbuatan-perbuatan semacam itu dilakukan oleh salah seorang bawahannya.
2. Pengusaha/ pemberi kerja ternyata membujuk atau mencoba membujuk si pekerja untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan, atau membiarkan bahwa pembujukan atau percobaab membujuk yang demikian itu dilakukan oleh salah seorang bawahannya.
3. Apabila ternyata gaji si pekerja tidak dibayar pada waktu yang ditentukan.
4. Tunjangan kerja dan fasilitas kerja yang telah diperjanjikan, ternyata tidak dijalankan.
5. Apabila si Pengusaha/ pemberi kerja tidak memberikan pekerjaan yang semestinya sementara upah kerjanya si pekerja digantungkan pada hasil pekerjaan yang dilakukan.
6. Jika upah si pekerja digantungkan pada hasil pekerjaan yang harus dilakukan si pengusaha/ pemberi kerja tidak memberikan bantuan yang diperjanjikan atau tidak memberikan secukupnya.
7. Terbukti si Pengusaha/ pemberi kerja melalaikan kewajiban-kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja.
8. Apabila si pengusaha/ pemberi kerja, jika sifat hubungan kerja tidak mengharuskannya, sedangkan si pekerja menolaknya, memerintahkan kepada si pekerja supaya melakukan pekerjaan dalam perusahaan seorang pengusaha lain.
9. Apabila terus menerus berlangsung hubungan kerja bagi si pekerja akan membawa bahaya bagi jiwa, kesehatan, kesusilaan atau nama baiknya, sedangkan pekerjaan tersebut ternyata tidak disebutkan dalam perjanjian kerja atau setidak-tidaknya tidak tersirat dalam klausul-klasul perjanjian kerja.
10. Jika si pekerja karena sakit atau lain-lain sebab diluar salahnya menjadi tidak mampu melakukan pekerjaan yang diperjanjikan.

Yang menjadi masalah, walaupun sudah ada alasan mendesak sebagaimana telah dijelaskan di atas, ternyata alasan-alasan pengunduran diri anda tersebut tidak dapat diterima dan pihak management tetap menuntut anda harus membayar ganti rugi maka, saran saya, sebaiknya permasalahan tersebut dibawa/ dilaporkan ke kantor Dinas Ketenagakerjaan setempat. Kelak, kantor dinas ketenagakerjaan dapat menjadi mediator atas masalah tersebut.

Komentar

  1. Menarik membaca opini anda dalam artikel ini. Secara garis besar dapat dipahami bahwa adanya syarat ganti rugi (pasal 62 UU 13/2003) yang harus dibayarkan oleh salah satu pihak yang mengundurkan diri apabila para pihak terikat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sangat berat bagi Pekerja, namun penggunaan pasal 1603 huruf p KUHPerdata sebagaimana yang anda sebutkan dalam artikel diatas menurut saya tidak dapat diterapkan dalam kasus ketenagakerjaan. Alasan utama pasal tersebut tdk dapat diterapakan adalah adanya asaz lex specialis derogat lex generalis. Masalah ketenagakerjaan adalah masalah yang secara khusus diatur dan diselesaikan dengan uu ketenagakerjaan.
    Pasal 169 UU ketenagakerjaan memberikan wewenang kepada pekerja untuk mengajukan PHK dengan alasan-alasan yang telah mencakup alasan-alasan yang disebutkan dalam pasal 1603 KUHPerdata diatas dengan keuntungan pekerja berhak mendapat pesangon,uang pengahargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

    Hormat,


    Sonny Engko

    BalasHapus
  2. keren2..sip lah pokoknya ..tukeran link yuk http://emhafathoni.blogspot.com/

    BalasHapus
  3. Sangat membantu, terima kasih sukses terus

    BalasHapus

Posting Komentar

Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy