Dalam praktek hukum sehari-hari dapat ditemukan berbagai variabel Surat Kuasa Khusus, yakni sebagai berikut :
1. Perwakilan Perusahaan Asing Dianggap Legal Mandatory.
Berdasarkan praktek peradilan Indonesia, setiap representative perusahaan asing di Indonesia dianggap sebagai persona sttandi in judicio atau the full authorized (yang berkuasa mutlak) oleh karenanya pimpinan perwakilan, langsung mewakili dan menjadi kuasa perusahaan induk dalam kapasitas atau kualitasnya sebagai Legal Mandatory atau Legal Full Power yang artinya dapat menjadi pihak tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari corparate body (Persona Moralis) yang ada diluar negeri.
Ketentuan yang menyatakan perwakilan perusahaan asing dianggap sebagai Legal Mandatory ini tersirat dalam yurisprudensi putusan Mahkamah Agung No. 2884 K/Pdt/1984 Tanggal 7 Mei 1987 yang menyatakan :
"jika ternyata kedudukan yang disandang sesorang adalah lembaga perwakilan (representative) menurut common law system (anglo saxon), hal ini tidak sama dengan pengertian dan bentuk kuasa yang dikenal dalam BW. In casu ternyata Tergugat adalah representative dari United Maritim Corp SA, sehingga dia sepenuhnya dapat digugat sebagai subjek yang langsung bertanggung jawab penuh, tanpa kuasa dari induk perusahaan".
2. Direktur BUMN atau BPD sebagai Legal Mandatory.
Sehubungan dengan pengertian wetterlijke vertegenwoordig atau Perwakilan Menurut Hukum, dalam praktek peradilan menafsirkan bahwasanya pengertian itu meliputi perusahaan BUMN dan BPD oleh karenanya dianggap memenuhi syarat sebagai persona standi in judicio (the full authorized) karena dianggap sama dengan corporate body atau legal person.
Dengan kedudukannya yang sama dengan corporate body maka Direktur BUMN atau BPD langsung dianggap sebagai wakil yang bertindak sebagai kuasa menurut hukum atau Legal Mandatory.
Kedudukan Direktur BUMN atau BPD sebagai Legal Mandatory diperkuat oleh Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 2539 K/Pdt/ 1985 tanggal 30 Juli 1987 yang menegaskan :
"Ternyata PD. Panca Karya adalah badan hukum dan menurut PERDA TK. I Maluku Utara No. 5/ 1963 pasal 16 huruf a ayat (1), direksi mewakili perusahaan daerah diluar dan di dalam Pengadilan, dia dapat sebagai pihak tanpa memerlukan kuasa dari pemda".
3. Cabang atau perwakilan perusahaan domestik berkualitas sebagai Persona Standi In Judicio.
Suatu kantor cabang atau perwakilan dari suatu perusahaan domestik yang berada di Indonesia, dianggap mandiri dan berkuasa penuh untuk dan atas nama perusahaan induk (kantor pusat) karena memiliki kapasitas sebagai persona standi in judicio dan pimpinannya langsung berkedudukan sebagai Legal Mandatory (Legal Full Power). Hal ini merupakan kesimpulan dari kaidah hukum putusan Mahkamah Agung No. 779 K/ Pdt/ 1992 yang mengatakan "kedudukan pimpinan cabang suatu bank berwenang bertindak untuk dan atas nama pimpinan pusat tanpa memerlukan surat kuasa untuk itu, Oleh karena itu kuasa yang diberikan pimpinan cabang kepada seorang kuasa adalah sah".
4. Surat kuasa dibawah tangan tidak memerlukan legalisir.
Salah satu syarat formil surat kuasa khusus adalah berbentuk tertulis. Bentuk tertulis tersebut bisa dibawah tangan, otentik atau legalisasi oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila dibuat oleh Panitera Pengadilan.
Mengenai surat kuasa dibawah tangan sudah sah tanpa memerlukan legislisasi. Hal ini ditegaskan dalam yurisprudensi Mahkamah Agung No. 779 K/Pdt/1992, "tidak diperlukan legalisasi atas surat kuasa khusus dibawah tangan. Tanpa legalisasi surat kuasa khusus dibawah tangan telah memenuhi syarat formil".
5. Direktur Tidak memerlukan kuasa Presiden Direktur.
Apabila seorang direktur PT berfungsi sabgai pengurus untuk melaksanakan tugas sehari-hari, dia dianggap memiliki legal mandatory untuk dan atas nama PT di depan Pengadilan. Oleh karena itu dia berkedudukan langsung dalam kapasitasnya sebagai wetterlijke vertegenwoordig tanpa memerlukan kuasa dari Direktur Utama. Hal ini diperkuat putusan Mahkamah Agung No. 2332 K / Pdt/1985 tanggal 29 Mei 1986, "Direktur suatu badan hukum dapat bertindak langsung memajukan gugatan dan tidak perlu lebih dahulu mendapat surat kuasa khusus dari Presiden Direktur dan para pemegang saham, karena PT sebagai badan hukum dapat langsung diwakili oleh Direktur."
6. Surat Kuasa yang bukan untuk suatu perkara dianggap sah bila saat sidang kuasa mendampingin pihak materil (prinsipal).
Seperti yang sudah diuraikan, penegasan jenis perkara merupakan salah satu syarat formil keabsahan surat kuasa khusus. Akan tetapi syarat itu dapat dikesampingkan bila pada proses pemeriksaan di sidang pengadilan pihak materil (prisipal/ pemberi kuasa) hadir dan didampingi oleh kuasa. Kehadiran pihak materiil bersama kuasa dalam proses persidangan, dianggap sebagai dasar untuk mengesahkan bahwa pemberi kuasa telah menunjuk kuasa untuk mewakilinya dalam perkara tersebut, meskipun ternyata jenis perkara yang disebut dalam surat kuasa berbeda dengan jenis yang diperkarakan.
Pembenaran yang seperti itu dapat disimak dalah salah satu putusan Mahkamah Agung No. 453 K/Sip/1973 tanggal 27 April 1976 yang mempertimbangkan, antara lain : "surat kuasa yang menyebut pemberian kuasa meliputu tingkat banding dan kasasi, dan dalam berita acara sidang ternyata pemberi kuasa hadir sendiri didampingi oleh kuasa, surat kuasa dianggap meliputi tingkat banding, dan surat kuasa sudah memenuhi syarat kuasa khusus meskipun surat kuasa yang bersangkutan bukan untuk perkara yang diperkarakan sekarang".
7. Tidak menyebut identitas Tergugat dianggap sah apabila beberapa kali sidang, pemberi kuasa hadir.
Mengenai penyebutan identitas pihak yang ditarik sebagai tergugat merupakan salah satu syrat formil keabsahan surat kuasa khusus. Namun secara kasuistik, syarat tersebut dapat dikesampingkan bila dalam beberapa kali sidang, pihak materil (pemberi kuasa) secara pribadi ikut hadir didampingi kuasa.
"sekalipun surat kuasa khusus tidak menyebut pihak tergugat, namun ternyata dalam beberapa kali sidang Penggugat sendiri secara pribadi hadir didampingi kuasa, harus dianggap Penggugat tidak keberatan didampingi kuasanya dalam segala sesuatu yang berhubungan dengan perkara tersebut".
8. Kuasa untuk kasasi mesti dibuat khusus.
Pada masa yang lalu, surat kuasa yang dibuat pada proses tingkat pertama dianggap meliputi dan menjangkau tingkat banding dan tingkat kasasi. Oleh karena itu dalam surat kuasa dapat sekaligus digabung pelimpahan kepada kuasa untuk melakukan banding dan kasasi, sehingga dengan pelimpahan yang demikian satu surat kuasa khusus dapat menjangkau semua tingkat proses mulai dari tingkat pertama, banding dan kasasi.
Akan tetapi penerapan yang seperti itu tidak dibenarkan lagi, terhitung sejak berlakunya Undang-Undang No. 14 Tahun 1985. Untuk kasasi harus dibuat surat kuasa yang khusus untuk itu. Hal itu ditegaskan dalam salah satu putusan MA No. 51 K/Pdt/1991 tanggal 25 Januari 1992.
"yang mengajukan kasasi ialah Ansori berdasar surat kuasa tanggal 8 Maret 1990. Akan tetapi surat kuasa tersebut hanya dipergunakan dalam pemeriksaan tingkat pertama sedang menurut pasal 44 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985, untuk mengajukan kasasi dalam perkara perdata oleh seorang kuasa HARUS SECARA KHUSUS dikuasakan untuk melakukan pekerjaan itu".
9. Tidak menyebut atau keliru menyebut objek.
Dalam surat kuasa khusus harus secara jelas dan tegas menyebut objek yang disengketakan. Tidak menyebut atau keliru menyebut, mengakibatkan surat kuasa tidak sah. Sayarat ini dilaksanakan secara stict law atau secara kaku oleh peradilan, seperti yang terungkap dalam salah satu putusan Mahkamah Agung No. 288 K/Pdt/1986 tanggal 22 Desember 1987.
"surat kuasa khusus yang tidak menyebut atau keliru menyebut objek gugatan menyebabkan surat kuasa Tidak Sah".
Terima kasih atas semua informasinya tentang surat kuasa. namun saya mohon penjelasan tentang ; bagaimana surat kuasa yang diberikan oleh seorang yang tidak bisa tulis baca tapi bisa tandatangan (surat kuasa ditandatangani bukan cap jempol) apakah untuk sahnya dipergunakan dalam persidangan pengadilan harus dilegalisir ? apa dasar hukumnya ?
BalasHapus