Langsung ke konten utama
loading...

Hukuman Mati .... antara keadilan dan balas dendam


Pada dasarnya hukum ada untuk mengatur sikap tindak anggota masyarakat. Sedemikian rupa pengaturan-pengaturan tersebut diadakan dan diterapkan di masyarakat dengan tujuan mewujudkan keadilan (filosofis), memelihara ketertiban dan kepastian hukum (yuridis) serta melindungi kepentingan umum (sosiologi). Bahwa kemudian demi tegaknya aturan-aturan tersebut ditengah masyarakat maka dipandang perlu ada sanksi. Terlepas dari sanksi itu "keras" atau tidak. Sanksi tetap perlu ada.




Salah satu sanksi keras dalam hukum itu adalah sanksi hukuman mati. Benar bahwa sanksi hukuman mati itu secara jelas dan tegas melawan prinsip dan norma hak-hak asasi manusia. Benar negara sebagai pemegang kekuasan pelaksanaan hukum harus menghormati dan melindungi hak untuk hidup (the right to life), menjamin pelaksanaan penegakan hukum yang tak merengut hak asasi manusia. Benar pula negara harus menjamin hak setiap orang untuk hidup tanpa merenggutnya dalam penegakan hukum pidana. Tetapi bagaimana dengan hak-hak si korban yang telah dilanggar ? bagaimana pula Negara dapat melindungi kepentingan umum jika begitu banyak peraturan yang dilanggar oleh sang pelanggar ?




Memang harus diakui bahwa dalam prinsip hak-hak asasi manusia, hak untuk hidup adalah hak yang tak terenggutkan (non-derogable right), tak boleh dicabut dalam keadaan apa pun. Pencabutan hak ini tidak diperkenankan bukan saja dalam keadaan perang, apalagi dalam keadaan damai tetapi ketika kita berbicara tentang hakikat keadilan maka sudah sepatutnya hukum mentolerir prinsip keseimbangan hukum yakni keserasian antara kepentingan yang telah terlanggar dengan kebebasan.




Bahwasanya hak untuk hidup adalah hak yang melekat di dalam diri (right in itself) setiap orang maka berdasarkan prinsip ini pula sudah seharusnya hukuman mati tetap ada dan berlaku sebagai sanksi hukum yang ada. Ingat, hidup menyatu dengan tubuh manusia atau setiap orang. Merenggutnya berarti mengakhiri hidup seseorang. Pada titik yang mengerikan inilah hidup seseorang sebagai manusia berakhir. Jadi, berdasarkan pada prinsip keadilan dan hak asasi manusia maka sudah seharusnya kita melupakan kontraversi tentang hukuman mati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy