Langsung ke konten utama
loading...

Liciknya Kebijakan Pengusaha Untuk Pekerjanya, Pekerja Yang Tertindas dan Pemerintah Yang Bingung (3 Pilar Yang Doyong)

Di dunia pekerja Indonesia, ada beberapa "Kebijakan" yang menjadi polemik dan sialnya pekerja sendiri maupun serikat buruh tidak punya pilihan kecuali menerimanya dengan lapang dada. Sial !!!


Kebijakan-kebijakan itu adalah :

Pemerintah aja bingung, apalagi gw nih .... mana motor belum lunas lagi cicilannya ... nasib eeuuy
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.


Memang sebagai pembuktian ada tidaknya hubungan kerja antara Pekerja dengan Pengusaha, hukum mensyaratkan adanya perjanjian kerja. Hal ini sebagaimana di atur Pasal 50 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan "Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh".


Perjanjian Kerja ada 2 jenis, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yang kemudian pada prakteknya lebih dikenal dengan "Pegawai Kontrak" dan Perjanjian Kerja Waktu Tak Tertentu (PKWTT) yang kemudian dalam prakteknya diistilahkan "diangkat, jadi pegawai tetap".


2 jenis perjanjian kerja di atas masing-masing memiliki nuansa yang berbeda dari sifat pekerjaan yang dilakukannya. PKWT hanya untuk sifat pekerjaan tidak tetap, musiman dan atau yang bersifat produk cobaan sedangkan PKWTT mensyaratkan sifat pekerjaan yang tetap.


Polemik yang terjadi justru ada di PKWT. Di satu sisi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dapat dibuat berdasarkan jangka waktu yang berarti tidak mempersoalkan apakah pekerjaan itu bersifat tetap atau tidak. Di lain pihak, ada pasal lain dalam UU No.13/2003 (Pasal 59) melarang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Bahkan apabila ketentuan terakhir ini dilanggar, maka perjanjian kerja waktu tertentu tersebut akan berubah secara otomatis menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.


Ketidakpastian hukum dalam masalah ini menjadi persoalan yang sering muncul ke permukaan karena pihak pengusaha cenderung mempekerjakan pekerjanya dengan perjanjian kerja waktu tertentu, sedangkan pekerja lebih memilih perjanjian kerja waktu tidak tertentu karena lebih menjamin job security. Banyak perusahaan yang memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja tetap untuk kemudian direkrut kembali dengan perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak). Dalam situasi demikian, pekerja tidak ada pilihan lain kecuali menerima tawaran itu.


2. Outsourcing.


Sejak diundangkannya UU No.13/2003, outsourcing pekerja menjadi menjamur. Hal ini disebabkan pengusaha dalam rangka efisiensi merasa aman jika buruh yang dioutsource adalah buruhnya perusahaan jasa pekerja. Sehingga yang bertanggung jawab terhadap buruh outsource tadi adalah perusahaan jasa pekerja. Lengkapnya pembahasan Outsourching bisa dibaca disini.


Pekerja Outsourcing sesungguhnya melakukan pekerjaan yang sifatnya merupakan pekerjaan penunjang dari pekerjaan pokok suatu perusahaan. Cerdiknya Si Pengusaha dengan "main mata" dengan pengusaha outsourcing, malah mempekerjakan pekerja outsourcing untuk melakukan pekerjaan yang sifatnya pekerjaan pokok perusahaan. Imbasnya, pekerja outsourcing mendapat upah yang rendah dibandingkan pekerja lain walaupun sama-sama satu perusahaan.


Harus diakui bahwasanya kebijakan-kebijakan seperti PKWT dan Outsourcing merupakan kebijakan hukum perburuhan yang menekankan pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya untuk melindungi pemilik modal (Pengusaha). Dengan kata lain, Pekerja harus diinjak, jadi keset, dikorbankan demi pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Di lain pihak, Pemerintah berkonsentrasi pada kesejahteraan berfokus pembangunan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat termasuk Pekerja. Bisa dibayangkan, betapa bingungnya Pemerintah atas kondisi tersebut.


Pada akhirnya, mau tidak mau Pemerintah harus menjalankan tuntutan pemulihan ekonomi dari krisis multidimensional dan tuntutan peningkatan kesejahteraan buruh berjalan bersamaan. Imbasnya, tentu saja terjadi tarik menarik kepentingan dari kedua belah pihak. Pengusaha akan berusaha untuk tetap mempertahankan ketentuan yang mengatur Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan outsourcing, di lain pihak buruh akan berusaha agar ketentuan Perjanjian Kerja Waktu tertentu dan outsourcing dihapuskan. Pengusaha akan berusaha menekan besarnya upah minimum, di lain pihak pekerja akan berusaha meningkatkan upah minimum. Dalam posisi demikian, Pemerintah bingung lagi, yach apes aja deeeeeeeeeh ...... Pemerintah aja bingung, apalagi gw nih .... mana motor belum lunas lagi cicilannya ... nasib eeuuy

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy