Terkait dengan kasus pritamulyasari yang berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Banten diperintahkan untuk dilanjutkan pemeriksaannya, beberapa komunitas masyarakat mulai menggalang kembali dukungan terhadap Pritamulyasari. Dukungan moral yang patut dipuji dan memang seharusnya kita lakukan. Tidak hanya untuk pribadi Pritamulyasari, tapi juga untuk “prita-prita” lain yang mungkin senasib. Kita berharap, kiranya dari kasus Pritamulyasari, kebuntuan komunikasi dan arogansi para pelaku usaha untuk memperhatikan kepentingan konsumen mencair. Ini harapan khusus, harapan yang lebih besar adalah sudah saatnya kita dalam suatu hubungan, apa pun bentuknya, baik hubungan diantara kita sebagai anggota masyarakat atau masyarakat dengan Pemerintah untuk lebih mementingkan transparansi – keterbukaan – kejujuran dibandingkan menutup-nutupinya dengan rangkaian kebohongan.
Namun demikian, juga harus diingat bahwa dalam hubungan-hubungan yang kita bangun, yang kita jalankan, ada aturan-aturan hukum yang mengingkat dan mengatur hubungan tersebut. Hukum menjamin kita untuk bebas berpendapat dalam bentuk apa pun termasuk juga mengeluarkan pendapat tersebut didepan umum. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 23 UU NO 39 TAHUN 1999 tentang HAK ASASI MANUSIA menyatakan :
1. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
2. Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Dalam kasus pritamulyasari, dimana isi email-nya jelas dan tegas berisi kalimat-kalimat diskredit selain keluhan yang dikemukakannya, mau tidak mau memang ada aturan hukum yang dilanggar oleh Ibu pritamulyasari. Ingat, Hukum Pidana memiliki otoritas untuk memberikan penilaian atas perbuatan yang dilakukan orang ke dalam kualifikasi perbuatan yang diperbolehkan dan yang dilarang. Dalam menjalankan otoritasnya, hukum pidana memberi kualifikasi suatu perbuatan sebagai tindak pidana dan menjatuhkan sanksi (pidana) dibatasi oleh beberapa prinsip (azas), yaitu :
- Azas Legalitas
Tidak ada perbuatan pidana jika sebelumnya tidak ditentukan sebagai demikian oleh ketentuan Undang-Undang. (Nullum delictum, nulla poena sine praevie lege poenale)
- Azas Kesalahan
Seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana hanya dapat dihukum jika terdapat kesalahan. (actus non facit reum, nisi mens sit rea).
Jadi, suka tidak suka, kebebasan berpendapat di negeri ini memang ada batasnya dan batasan tersebut tidak berarti negeri ini mengkriminalkan kebebasan berpendapat.
Namun demikian, juga harus diingat bahwa dalam hubungan-hubungan yang kita bangun, yang kita jalankan, ada aturan-aturan hukum yang mengingkat dan mengatur hubungan tersebut. Hukum menjamin kita untuk bebas berpendapat dalam bentuk apa pun termasuk juga mengeluarkan pendapat tersebut didepan umum. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 23 UU NO 39 TAHUN 1999 tentang HAK ASASI MANUSIA menyatakan :
1. Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.
2. Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Dalam kasus pritamulyasari, dimana isi email-nya jelas dan tegas berisi kalimat-kalimat diskredit selain keluhan yang dikemukakannya, mau tidak mau memang ada aturan hukum yang dilanggar oleh Ibu pritamulyasari. Ingat, Hukum Pidana memiliki otoritas untuk memberikan penilaian atas perbuatan yang dilakukan orang ke dalam kualifikasi perbuatan yang diperbolehkan dan yang dilarang. Dalam menjalankan otoritasnya, hukum pidana memberi kualifikasi suatu perbuatan sebagai tindak pidana dan menjatuhkan sanksi (pidana) dibatasi oleh beberapa prinsip (azas), yaitu :
- Azas Legalitas
Tidak ada perbuatan pidana jika sebelumnya tidak ditentukan sebagai demikian oleh ketentuan Undang-Undang. (Nullum delictum, nulla poena sine praevie lege poenale)
- Azas Kesalahan
Seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana hanya dapat dihukum jika terdapat kesalahan. (actus non facit reum, nisi mens sit rea).
Jadi, suka tidak suka, kebebasan berpendapat di negeri ini memang ada batasnya dan batasan tersebut tidak berarti negeri ini mengkriminalkan kebebasan berpendapat.
Komentar
Posting Komentar
Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id