Langsung ke konten utama
loading...

Surat Mohon Audensi pun Jadi Lahan Korupsi .... SIAL !!!

Beberapa hari yang lalu saya diminta bantuan sekelompok masyarakat di Jawa Timur untuk memfasilitasi mereka agar dapat berhubungan/ audensi dengan Presiden. Jujur waktu diminta memfasilitasi sempat mikir juga .... apakah bisa ?


Pikir punya pikir terlintas dibenak ada teman yang bekerja di Sekretariat Negara. Yang lebih menyakinkan lagi dia itu juga merupakan staff pada Ibu Presiden. Pas - lah, bathinku. Saya coba hubungi dia dan kemukakan keinginan saya dan ajaib teman saya itu mengatakan, "kirim aja via pos ke Sekneg atau ke PO. BOX 9494 atau kirim SMS, Mas".


"Lho ? kog ? kalau kirim via pos ngapain pula gw hubungi eloe khan situ orang dalam masak sih nggak bisa ?"


"Yaaaaaaa mas ... biarpun gw orang dalam tapi khan gw lain kamar. Kalaupun bisa, gw pasti bakalan ditanyain macam-macam sama staff kepresidenan, mulai dari kepentingannya gw, apa hubungannya gw dengan si pemohon ... bla ... bla ... bla deh ..... pokoke bakalan nggak ramah deh walaupun sama orang satu kantor"


" Kog gitu sih ?"


"Iya mas .... soalnya setiap permohonan audensi itu ada "biayanya" (dengar kata "biaya" bathin ku langsung berucap .."BUSUK !!!"). Nah, kalau kita orang dalam ikut ngurus mereka staff kepresidenan langsung negatif thinking kalau gw bakalan ngambil "jatahnya" mereka. gitu mas"


Mendapat penjelasan demikian langsung kembali berpikir saya, "Sial !! surat permohonan audensi aja di jadikan lahan korupsi ... apalagi yang lain nih !""

Komentar

  1. kirim surat pembaca aja rak wes mas, ato kirim artikel ke surat kabar , biar mereka pada malu
    *kalo masih punya urat malu , hehe *

    BalasHapus

Posting Komentar

Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy