Saat ini, LSM Internasional Human Rights Watch (HRW) telah menerbitkan laporan tahunannya tentang polemik penerapan hukum syariah di Aceh dengan title laporan, “Policing Morality Abuses in the Application of Sharia in Aceh , Indonesia ”. Dan seperti biasanya, sikap Pemerintah Indonesia atas laporan tersebut adalah menyangkal dan menyatakan bahwasanya laporan tersebut disusun dengan tidak fair karena hanya mengangkat cerita dari satu sisi yakni pihak pelanggar, tidak mengangkat cerita penerapan hukum syariah dari sisi Pemerintah.
Terlepas dari fair tidaknya laporan HRW tersebut, rasanya memang perlu dikaji kembali tentang keabsahan penerapan hukum syariah yang diatur dalam peraturan daerah (masyarakat Aceh menyebutnya qanun). Meskipun Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 jo. Pasal 143 Undang-Undang 32 Tahun 2004 pada pokoknya menyatakan peraturan daerah dapat memuat ketentuan pidana, namun harus tetap diingat, hingga saat ini belum ada pedoman yang jelas bagaimana teknis perumusan ketentuan pidana dalam peraturan daerah. Tanpa adanya pedoman yang jelas tentang perumusan ketentuan pidana dalam peraturan daerah, tentunya akan sangat berimbas dan bertentangan dengan tujuan pembentukan peraturan daerah tersebut karena tidak bisa begitu saja penguasa daerah memasukkan ketentuan pidana dalam peraturan yang ia buat.
Pada dasarnya ruang lingkup perumusan ketentuan hukum pidana dalam peraturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah, setidak-tidaknya harus meliputi:
(1) rumusan tentang hukum pidana materiel (tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan pidana);
(2) rumusan tentang hukum acara pidana (proses dan prosedur pidana),
(3) rumusan tentang tata cara pelaksanaan pemidanaan.
Jika ketiga rumusan diatas tidak diterapkan dalam penyusunan materi ketentuan pidana dalam suatu peraturan daerah, maka dapat dipastikan bahwasanya peraturan daerah tersebut cacat hukum dan berpotensi terjadi pelanggaran hak asasi manusia.
Kembali pada topik pembahasan, dirunut apa yang disampaikan dalam laporan HRW tentang penerapan hukum syariah di Aceh, rasanya tidak berlebihan dan sudah seharusnya qanun jinayah (ketentuan peraturan daerah Aceh yang mengatur sanksi pidana) ditinjau kembali penerapannya sebelum memakan banyak “korban”.
Komentar
Posting Komentar
Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id