Entah kebijakan apa yang dianut negeri ini terhadap mantan-mantan pejuang Integrasi Timor-Timur yang dulu begitu didukung secara moril maupun materiil. Setelah dikalahkan dalam jejak pendapat dan Timor Timur dinyatakan sebagai negara yang merdeka, Para Pejuang Integrasi layaknya anak ayam kehilangan induk, tetap di Timor Timur dengan resiko dianggap pengkhianat atau tetap menjadi warga negara Indonesia dengan konsekwensi jadi pengungsi atau menjadi "warga negara kelas dua". Sungguh suatu kondisi yang dipenuhi perasaan stateless.
Menjadi warga negara Indonesia ternyata juga tidak menguntungkan bagi Pejuang Integrasi Timor Timur karena mereka dihadapkan pada tuntutan hukum yang tercipta karena Akibat kuatnya propaganda kaum pro-kemerdekaan yang saat ini berkuasa di Timor Leste. Eurico Guterres, mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi dianggap sebagai dalang pelanggaran HAM berat, dalang yang membakar kota Dili dan menewaskan 1.400 warga sipil Dili setelah kekalahan kaum prointegrasi dalam jajak pendapat dan juga sebagai tertuduh yang mengakibatkan 250 ribu warga Timtim mengungsi ke Timor Barat (Indonesia).
Eurico sebagai warga negara telah menunjukkan sikapnya membela Merah Putih dan berjuang demi Indonesia dengan harga mati, tetapi apa yang dia dapatkan justru 10 tahun penjara. Di antara 18 orang yang diduga terlibat kasus pembakaran kota Dili usai jajak pendapat 1999, mengapa Guterres saja yang dianggap paling bertanggung jawab? (Sebelumnya, Mahkamah Agung memang sudah membebaskan salah satu di antara 18 orang itu, yakni mantan Gubernur Timor Timur Abilio Soares yang sempat menghuni Lapas Cipinang).
Mungkinkah ini bentuk anomali hukum kita dalam kasus besar yang diduga melibatkan petinggi TNI maka yang paling mungkin dikorbankan ialah orang di lapangan seperti Guterres ???
Komentar
Posting Komentar
Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id