Langsung ke konten utama
loading...

Hak dan Status Karyawan Akibat Meleburnya dan Atau Mergernya Perusahaan

Dalam kondisi perekonomian sulit seperti saat ini, tidak dapat dipungkiri demi efisiensi dan atau memperkuat pondasi usaha, suatu badan usaha berkeinginan untuk melakukan peleburan dan atau penggabungan badan usahanya. Namun sebelum itu semua dijalankan, kiranya managemen perusahaan mau menjelaskan tentang status dan hak karyawan kelak dikemudian hari.


Mengacu kepada PP no. 27 Tahun 1998 tentang "Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas", pasal 1 ayat 2 bahwa perusahaan yang melebur dinyatakan bubar yang diperkuat oleh pasal 2 (tanpa likuidasi) dan UU no.40 tahun 2007 tentang "Perseroan Terbatas" pasal 122 (perusahaan yang melebur berakhir karena hukum) maka perlu diperhatikan tentang status dan hak-hak karyawan yang bersangkutan.


Seputar tentang penggabungan dan atau peleburan badan usaha tersebut, terkadang terdapat hal-hal yang tidak atau belum dipahami oleh karyawan. Mendengar kata likuidasi, Karyawan segera panik padahal kata "Likuidasi" yang dimaksud dalam PP No. 27 tahun 1998 artinya sebelum dilakukan penggabungan dan atau peleburan, PT yang akan menggabungkan diri atau meleburkan ke dalam PT yang lain, tidak perlu melakukan proses pembubaran badan hukumnya seperti melalui kewenangan RUPS PT yang bersangkutan atau atas perintah pengadilan terlebih dahulu. Ketika penggabungan atau peleburan telah dilakukan maka secara hukum, perusahaan yang menggabungkan diri atau melebur tersebut dianggap tidak ada lagi dan segala kewajibannya beralih kepada perusahaan gubungan tersebut.


Tidak cukup sampai diseputar likuidasi saja, terkadang karyawan juga resah dan berencana menuntut pesangon berdasarkan pasal 164 ayat 3 UU No. 13 tahun 2003 yang menurutnya menguntungkan karena mengatur tentang upah pesangon 2 kali dari ketentuan yang diatur dalam pasal 156. Padahal, ketentuan pesangon akibat meleburnya dan atau bergabungnya perusahaan, Undang-Undang telah mengaturnya di pasal 163.



Karyawan juga resah, akibat dari peleburan kelak, apakah berarti masa kerja karyawan ini tetap berlanjut/tidak kembali ke nol tahun dan dengan besaran upah minimal sama. Ini jelas kekhawatiran yang patut diberikan pengertian sejelas-jelasnya.

Pasal 131

(2) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masaing
perusahaan mempunyai perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama
yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan
pekerja/buruh.
(3) Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang
mempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai
perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama tersebut berlaku bagi
perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhinya jangka waktu
perjanjian kerja bersama.


Mengacu pada pasal di atas, dapat diartikan bagi karyawan yang diterima dalam perusahaan baru tersebut bisa saja masa kerja dihitung dari 0 kembali dan atau tetap berlanjut. Itu kesemuanya tergantung kesepakatan antara Perusahaan dengan karyawannya yang kemudian dituangkan dalam PKB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy