Langsung ke konten utama
loading...

Nyamankah jadi Wartawan di Indonesia ??



Jadi wartawan sebenarnya sempat menjadi profesi impianku lhoooo. Kenapa ? Kegagahan, jawabannya. Gagah dengan menopang notes dan kamera mewawancari siapa saja, artis kek, presiden kek atau orang biasa. Gagah karena dengan bermodalkan tulisannya semua orang yang arogan atas nama jabatannya bisa tunduk dengan wartawan.



Kata orang tua, di tahun 70-an jadi wartawan itu sungguh tidak mengenakan sebab banyak dimusuhin sama pejabat. Mulai camat, mantri polisi sampai lurah dan aparat desa pasti ngusir wartawan yang akan mencari tau musibah kelaparan. Kalau sampai ada pemberitaan di daerah mereka tentang kelaparan, bisal sial 12 kali para pejabat daerah tersebut. Kasarnya, bisa-bisa mereka ikut kere kayak masyarakatnya. Asal tau aja, di dekade 70-an negara ini terkenal golongan asing dan beberapa konglomerat Pribumi, menguasai 75 % investasi di sektor swasta dan kredit-kredit yang dikucurkan pemerintah pada sektor swasta. Proses konglomerasi dan liberalisasi keuangan ini semakin diperkuat adanya KKN, atau dalam bahasa "gaul"-nya disebut sebagai Kapitalisme Perkoncoan (kroni). Hubungan simbiostis antara konglomerat dan pemodal asing dengan pemerintah ini cuma menciptakan perputaran keuntungan pada koalisi kelompok tersebut. Yang terjadi akhirnya adalah trade off yang cukup besar antara pertumbuhan ekonomi tinggi dan pemerataan yang rendah, ditambah adanya proses penumpukan hutang oleh pemerintah dan swasta. Walah ... mumet men boso ne mas ....:-)) ... wis pokoke saat itu jaman susah lha !!!


Saat itu Tak ada satu pun yang berani melawan kepemimpinan Soeharto. Semua aparat dari bawah sampai atas harus seia sekata bahwa pemerintahan Orba berhasil. Kebetulan saat itu penghasilan dari minyak masih bagus, banyak proyek dibangun sampai ke desa-desa. Pemenuhan sandang, pangan dan papan adalah tolok ukur keberhasilan pada waktu itu. Karena itu, kasus kelaparan harus disimpan rapat-rapat. Lebih-lebih kalau ada penderita busung lapar. Wartawan harus siap untuk tidak memberitakan, kalau penguasa menghendaki. Dalam masa otonomi daerah (otda) seperti sekarang, ukuran tingkat keberhasilannya berbeda. Tingginya angka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), utamanya lagi Pengasilan Asli Daerah (PAD) menjadi tolok ukur utama. Kelaparan, busung lapar, wabah penyakit, kebodohan bukan lagi ukuran. Karena itu, walau sekarang kelaparan atau wabah penyakit terjadi di sejumlah daerah, pemerintah setempat tetap tenang. Mereka malah lebih mempersoalkan kemunculan beritanya daripada kasusnya. Ada kepala daerah yang begitu dilantik lantas berpikir untuk masa jabatan kedua, sampai-sampai harus perang dingin dengan wakilnya yang berasal dari partai lain karena saling berebut pengaruh. Mereka tetap berkepentingan agar berita yang muncul di koran selalu yang baik-baik saja, sehingga bisa menjadi modal pada pemilihan kepala daerah yang akan datang.



Kembali tentang masalah kenyamanan menjadi wartawan di negeri ini ternyata sungguh jadi wartawan itu tidak nyaman. Mulai kehadirannya ditolak, dicegat sana cegat sini, dicaki maki dan sumpah serapah sampai dihajarnya oleh orang tak dikenal. Ingat khan dengan Wartawan Harian Bernas Yogyakarta, Udin, yang tewas dianiaya setelah diambil dari rumahnya pada malam hari. Di Jawa Timur, ada wartawan ditemukan tewas dengan banyak luka. Begitu pula di Sumatera Utara. Semua itu berlatar pemberitaan. Itu memang bagian dari risiko, tetapi wartawan juga berhak mendapat perlindungan dalam tugasnya. Selama ini undang-undang hanya membatasi gerak wartawan agar beritanya tidak sampai melanggar ketentuan perundangan. Tetapi tidak ada yang mengatur bagaimana melindungi wartawan yang melakukan tugas jurnalistik.
Anda pasti sepaham, jika saya katakan dengan banyaknya media massa dengan jumlah wartawan yang tidak terbilang lagi pada saat ini, di antara mereka ada yang hanya memanfaatkan profesi wartawan untuk mencari keuntungan sendiri. Kita pasti setuju, wartawan seperti ini dihukum karena mereka tidak punya karya jurnalistik. Mereka hanya mencari uang dengan berkedok wartawan. Tetapi wartawan yang benar-benar menjalankan profesinya tentu harus mendapatkan perlindungan. Diluar negeri, tewasnya seorang wartawan akan menjadi persoalan publik yang besar kalau perlu menteri pun harus ikut bicara. Di Indonesia ??? .... yach .... tau dehhhhhhhhh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy