Langsung ke konten utama
loading...

Apa & Bagaimana Membuat Legal Opinion


Bagi seorang Advokat/ Pengacara � Penasihat Hukum atau bagi mereka yang bekerja di dunia hukum dalam mempelajari suatu kasus hukum membuat Legal Opinion (pendapat hukum) adalah suatu hal yang mutlak karena dengan legal opinion kita dapat menganalisis suatu perkara dengan cepat dalam hal waktu dan biaya tentunya.

Adapun prinsip praktis dari pembuatan legal opinion adalah untuk menjadi panduan taktis advokasi dalam suatu perkara hukum. Diharapkan dengan adanya legal opinion, langkah maupun pengembangan advokasi suatu perkara tidak akan terpancing permainan �pihak lawan� atau agar tidak terlalu mengembang keluar dari koridor hukum yang ada.



Sebagai panduan praktis sudah barang tentu kesempurnaan bukanlah tujuan utama. Ringkasnya, � wajar saja dalam pembuatan legal opinion ada kesalahahan analisa hukum atau penafsiran suatu pranata hukum. Hal ini dapat dimaklumi karena memang dinamika advokasi perkara hukum tidak dapat diprediksi secara tepat dan cepat. Dalam hal ini sudah seharusnya kita berdiskusi dengan mereka yang telah, pernah atau yang menguasai suatu perkara hukum. Ingat � ilmu hukum adalah ilmu sosial dimana selalu ada pendapat lain dalam suatu sudut pandang.



Walaupun demikian bukan berarti pula kita membuat legal opinion dengan asal-asalan terlebih-lebih dicampuri dengan logika pribadi. Sesuai dengan maksud dan tujuannya, legal opinion adalah penulisan pendapat seseorang atas suatu permasalahan hukum yang didasarkan pada aturan dan pranata hukum yang berlaku.



Penguasaan materi teori dan regulasi merupakan hal yang utama disamping juga penguasaan penafsiran pasal demi pasal hukum. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tidak semua penjelasan dalam pasal hukum memuat kalimat penjelasan yang tepat dan ringkas. Terkadang si penyusun undang-undang menganggap sudah cukup bahwa kalimat dalam pasal hukum tidak perlu lagi dijelaskan dalam bagian penjelasan undang-undang.



Secara prinsip, suatu legal opinion sekurang-kurangnya harus memuat 5 w 1 h (what, where, who, when, why dan how). Yang keseluruhannya tertuang dalam 3 rangka tulisan, yakni :



a. Kronologis Kasus/ Perkara,


b.Legal Opinion (dalam rangka ini harus memuat prinsip-prinsip, teori atau regulasi yang terkait dengan perkara), dan


c. Solusi Hukum (rangka tulisan ini memuat rencana taktis advokasi perkara yang akan dilakukan).

Mudah kan ???

Komentar

  1. Anonim12:36 AM

    sedikit koreksi mas, Ilmu Hukum bukan bagian dari ilmu sosial namun Sui Generis, hal ini yang membedakan antara Masalah Hukum dan Masalah Sosial. Ini penting sebab penangannya juga berbeda.

    BalasHapus

Posting Komentar

Ini diperuntukkan untuk komentar/ tanggapan pembaca. TIDAK DIPERUNTUKKAN UNTUK MENGAJUKAN PERTANYAAN. Jika ingin bertanya, silahkan ajukan permasalahan ke advokatku@advokatku.web.id

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy