Langsung ke konten utama
loading...

Pengaruh Opini Hukum Bagi Masyarakat Awam


Dari polemik kasus-kasus penegakan hukum di Indonesia akhir-akhir ini seperti polemik Cicak Vs Buaya, Kasus bank Century, tragedi nenek minah, rekomendasi team 8 dan sebagainya seakan-akan menjadi bahan ujian tentang arti Indonesia sebagai negara hukum. Kesemua kasus-kasus tersebut penuh diwarnai opini-opini mereka yang menyandang “kepakaran” dan masing-masing mengatasnamakan “Hukum dan Keadilan”. Hebatnya, semua opini tersebut sudah seperti layaknya “judicial opinion” - pernyataan atau pendapat atau putusan hakim di dalam memutuskan perkara atau kasus, baik kasus perdata maupun pidana padahal secara kasat mata mereka jelas tegas bukan seorang Hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Tragisnya, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan pun ikut terpengaruh dengan opini-opini tersebut dan lebih memilih menjadi Hakim Maha Agung dengan mengeluarkan pendapatnya, “Sebelum memilih opsi atau konstruksi penyelesaian kasus ini di luar pertimbangan faktor-faktor non-hukum tadi, saya juga menilai ada sejumlah permasalahan di ketiga Lembaga Penegak Hukum itu, yaitu di Polri, Kejaksaan Agung dan KPK. Permasalahan seperti ini tentu tidak boleh kita biarkan dan harus kita koreksi, kita tertibkan dan kita perbaiki. Oleh karena itu, solusi dan opsi lain yang lebih baik yang dapat ditempuh adalah pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan, namun perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu, yaitu Polri, Kejaksaan Agung dan KPK.” (dikutip dari isi pidato sikap Presiden. Source : http://berandakawasan.wordpress.com/2009/11/23/pidato-lengkap-sby-tanggapi-kasus-bibit-candra/).

Opini atau yang lebih dikenal sebagai pendapat; pikiran seseorang atas suatu pertanyaan/ tanggapan atas suatu issue adalah sah dalam ranah bermasyarakat. Suatu hal yang wajar seseorang mengeluarkan pendapatnya namun bilamana opini tersebut berkembang menjadi opini kelompok (group opinion) yang kemudian berkembang menjadi opini publik, tentunya harus ada sikap kedewasaan dari mereka yang beropini tersebut. Sikap kedewasaan yang dimaksud adalah sikap untuk berhati-hati untuk dapat menjelaskan isi opini tersebut karena kita tahu dalam negara hukum demokratis seperti Indonesia ini (kalau masih dianggap negara yang berdasar hukum), ruang publik dapat berfungsi sebagai sistem alarm dengan sensor peka yang menjangkau seluruh masyarakat. Pertama, ia menerima dan merumuskan situasi problem sosio-hukum. Melampaui itu, kedua, ia juga menjadi mediator antara orientasi nilai dalam masyarakat di satu pihak dan pelaksanaan sistem hukum dilain pihak. Sayangnya dari opini-opini yang ada, para pakar-pakar tersebut lebih memilih beropini dengan bergaya “judicial opinion” dibandingkan beropini untuk mencerdaskan masyarakat. Kalau sudah begini, mana provokator mana pakar akan sulit dibedakan ……

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy