Langsung ke konten utama
loading...

Antara Advokat Dan Kliennya



Sehubungan dengan banyaknya permintaan tentang hubungan hukum antara Advokat dengan kliennya, maka dengan "sok-sok-an"-nya saya mencoba menguraikan tentang hubungan tersebut. Terlepas dari tulisan ini dapat dimengerti atau tidak saya kembalikan kepada pembaca :-D.







Sehubungan pula dengan banyaknya elemen dalam hubungan advokat dengan kliennya maka saya akan menguraikan dalam beberapa bagian dimana masing-masing bagian akan termuat dalam beberapa tulisan. Itu pun kembali pada niat dan koneksi internet saya yang ada. Kalau niat saya kuat, yach uraian ini lanjut, kalau tidak, yach cukup sampai ditulisan ini aja.

Hubungan antara advokat dengan kliennya adalah hubungan yang didasarkan pada suatu kuasa. Untuk memahami definisi kuasa, merujuk kepada ketentuan pasal 1792 KUHPerdata adalah "suatu persetujuan dimana seseorang bertindak sebagai pemberi kuasa dan pihak lain bertindak sebagai penerima kuasa untuk melakukan suatu perbuatan (tindakan) untuk dan atas nama pemberi kuasa. Dengan definisi demikian maka pemberian kuasa atau lastgeving atau disebut juga volmacth (dalam common law system disebut instruction atau mandate) adalah pelimpahan perwakilan atau mewakilkan, dengan demikian penerima kuasa (lastgheber atau mandatary).

Ada beberapa sifat pokok yang seharusnya anda ketahui mengenai kuasa, antara lain :


1. Penerima Kuasa langsung berkedudukan sebagai wakil pemberi kuasa.


Pemberian kuasa tidak hanya bersifat intern antara pemberi kuasa dan penerima kuasa tetapi langsung memberi kedudukan sebagai wakil penuih pemberi kuasa. Dalam kedudukannya sebagai wakil maka :


  • memberi hak dan kewenangan kepada kuasa untuk dapat bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa terhadap pihak ketiga.


  • tindakan kuasa tersebut langsung mengikat terhadap diri pemberi kuasa, sepanjang tindakan itu masih dalam -batas-batas kewenangan yang dilimpahkan dalam pemberian kuasa.


  • dalam hal pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak Materil atau prinsipil, sedangkan penerima kuasa berkedudukan sebagai pihak formil.


  • akibat hukumnya, tindakan kuasa terhadap pihak ketiga langsung mengikat pemberi kuasa pihak materil

2. Pemberian kuasa bersifat konsensual.

Sifat persetujuan kuasa adalah kontrak konsesnsual, dalam arti :


  • hubungan kuasa adalah bersifat partai, ada pihak pemberi dan penerima kuasa,


  • dengan adanya pemberian kuasa, lahir dan berkekuatan mengikat persetujuan kepada kedua belah pihak.


  • pada prinsipnya, pemberian kuasa dilakukan berdasarkan kesepakatan berupa pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.

Namun terlepas dari pengertian di atas, Pasal 1793 a. 2 KUHPerdata mengakui hubungan kuasa yang lahir secara diam - diam atau The Ground Of Silence yang dapat disimpulkan dari tindakan yang nyata yang dilakukan seseorang.

3. Berkarakter Gransi - kontrak sepanjang tindakan yang melampaui batas kuasa yang dilimpahkan.

Patokan menentukan kekuatan mengikat tindakan seseorang kuasa terhadap diri pemberi kuasa; hanya terbatas sepanjang :

  • Volmacht atau mandat (instruction) yang diberikan,
  • Apabaila kuasa melampaui batas mandat yang diberikan, apa yang dilampaui menjadi tanggung jawab kuasa sesuai dengan asas Gransi - Kontrak. Artinya yang berkuasa liabilty (obligation) kepada diri pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan yang sesuai dengan isi mandat atau instruksi yang diberikan. Selebihnya, menjadi tanggung jawab kuasa sesuai dengan anggapan hukum, bahwa atas tindakan yang melampaui itu kuasa secara sadar telah memberi Gransi pemenuhannya atas tanggung jawab dirinya sendiri.

4. Kuasa dapat berakhir secara sepihak.

Hal ini ditegaskan dalam pasal 1813 KUHPerdata yang memberi kemungkinan berakhirnya hubungan kuasa secara unilateral, Ketentuan ini dapat dikatakan bertentangan dengan prinsip pasal 1338 KUHPerdata, yang menentukan setiap pengakhiran perjanjian harus ada kesepakatan bilateral.

Hal-hal yang dapat mengakhiri pemberian kuasa secara sepihak, antara lain :

a. kuasa ditarik (dicabut) secara sepihak oleh pemberi kuasa, Pasal 1841 KUHPerdata secara tegas mengatur bahwa pemberi kuasa dapat menarik kembali (revocable) tanpa memerlukan persetujuan dari pemegang kuasa :

  • pencabutan dapat dilakukan secara tegas, apabila secara tertulis. Pencabutan secara tegas dapat dilakukan dalam bentuk :

1. Mencabut secara tegas dengan tertulis,

2. Meminta kembali surat kuasa.

  • Pencabutan secara diam-diam.

Tentang hal ini dapat ditafsirkan secara tersirat dari ketentuan Pasal 1816 KUHPerdata yakni apabila pemberi kuasa menunjuk kuasa baru, dengan sendirinya secara diam-diam dianggap telah mencabut kuasa lama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy