Langsung ke konten utama
loading...

Fhoto Dan Sejarah

Kita pasti paham bahwa dokumentasi fhoto adalah alat dokumentasi suatu pembuktian yang sangat sulit dibantah, walaupun dengan suatu keahlian tersendiri bisa saja fhoto tersebut di manipulasi untuk kepentingan tertentu.
Sejarah di negeri ini ternyata juga mengalami "edit mengedit fhoto". Tahukah anda bahwa fhoto peristiwa G 30 S/ PKI banyak dimanipulasi ? contohnya adalah foto karya Moelyono.
Dalam acara KickAndy di MetroTV tanggal 17 Agustus 2006, Moelyono, mantan fotografer koran KR (Kedaulatan Rakyat) Yogyakarta menampilkan foto mayat yang terbunuh dalam peristiwa 1965 dalam keadaan tangannya terikat satu sama lain. Menurut Moelyono itu adalah jenazah dua pemuda Marhaenis yang dibunuh oleh anggota PKI.
Pernyataan Moelyono itu berbeda dengan keterangan yang disampaikannya kepada Karen Strassler yang mewawancarainya untuk penulisan disertasi di Universitas Michigan. Karen mewawancarai Moelyono beberapa kali selama setahun termasuk yang direkam tanggal 5 Mei 1999 dan 6 April 2000. (Karen Strassler Photographs and the Making of Reformation Memory dalam Mary Zurbuchen (ed) Beginning to Remember, The Past in the Indonesian Present, 2005)
Fotografi dijadikan alat propaganda yang ampuh awal Orde Baru. Moelyono adalah fotografer KR yang diikutkan dalam operasi penumpasan G30S di daerah Klaten. Operasi itu berlangsung tiga bulan, ia hanya boleh pulang pada akhir pekan (dengan naik mobil tentara dan dikawal oleh Polisi Militer) untuk mencetak foto tersebut yang akan dimuat pada KR. Namun, foto-foto itu diseleksi terlebih dulu oleh militer.
Batalyon F Kodam Diponegoro melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai anggota PKI di daerah Klaten. Kegiatan penembakan itu dilarang dijepret, baru setelah selesai dibunuh boleh dilakukan pemotretan. Foto dua orang yang disebutkan Moelyono sebagai pemuda marhaenis itu sebetulnya adalah dua orang anggota Pemuda Rakyat. Masing-masing mencoba melarikan diri ketika ditangkap dan langsung ditembak oleh tentara. Setelah ditembak, kedua orang itu diikat tangannya dan baru Moelyono disuruh memotretnya. Beberapa waktu kemudian diadakan pameran foto di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta dan Medan dengan menampilkan foto-foto ala Moelyono tadi.
Rekayasa foto itu berlangsung sepanjang masa Orde Baru. Tahun 1984 terbit buku yang disunting oleh Nugroho Notosusanto, Pejuang dan Prajurit. Yang menarik pada buku yang diterbitkan oleh Sinar Harapan itu adalah tidak tampaknya wajah proklamator Soekarno pada waktu pengibaran bendera Merah Putih, 17 Agustus 1945 (hal 94). Yang kelihatan hanya wajah Hatta. Sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo menelepon penerbit dan menyampaikan protes terhadap hal ini.
Menurut Abdurrachman, ini "pemalsuan sejarah". Pada cetakan berikutnya (buku yang kami miliki adalah cetakan pertama dan ketiga), wajah Soekarno sudah tampak pada foto tersebut. Upaya semacam ini, yakni menghilangkan seorang tokoh yang tidak disukai pada foto yang dimuat dalam buku sejarah adalah sesuatu yang lumrah dalam sejarah Rusia semasa Stalin.
Tahun 2002 saya membicarakan hal ini dengan Max Riberu, redaktur Penerbit Sinar Harapan yang ikut dalam proses penerbitan buku tersebut pada tahun 1984. Menurut Max, ia bersama Aristides Katoppo dan beberapa orang lainnya menghadap Nugroho Notosusanto yang waktu itu jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Karena sang Menteri yang punya hajat menerbitkan buku, maka penerbitlah yang datang ke kantor Menteri untuk membicarakan hal ini.
Mereka membawa beberapa foto yang akan digunakan sebagai ilustrasi buku tersebut dan meminta Pak Menteri untuk memilihnya. Karena foto pengibaran bendera Merah Putih tanggal 17 Agustus 1945 itu berukuran kecil, maka Nugroho Notosusanto meminta agar foto itu diperbesar. Karena diperbesar itu maka wajah Soekarno terpotong, demikian penuturan Max Riberu. Entah mana yang benar, Abdurrachman Surjomihardjo atau Max Riberu, wallahualam.
Senada dengan ilustrasi di atas terdapat kisah menarik dari Cekoslovakia yang ditulis Milan Kundera (The Book of Laughter and Forgetting, Great Britain: Penguin, 1980). Bulan Februari 1948, pemimpin komunis Klement Gottwald keluar di balkon Istananya di Praha untuk berpidato di depan ratusan ribu warga yang berdesak-desak sampai Old Town Square. Gottwald didampingi oleh kamerad Clementis. Ketika itu salju turun dan udara sangat dingin, kepala Gottwald basah. Clementis membuka topinya dan memasangkan ke kepala Gottwald.
Bagian propaganda partai segera membagikan ratusan ribu foto bersejarah itu ke seluruh negeri. Gottwald yang memakai topi didampingi seorang kamerad di balkon Istana berbicara kepada bangsa. Di atas balkon itu lahir sejarah Partai Komunis Cekoslovakia. Setiap murid tentu mengetahui foto tersebut melalui poster, museum, dan buku-buku pelajaran sekolah.
Empat tahun kemudian, Clementis dituduh berkhianat kepada negara dan dihukum gantung. Partai segera menghapus namanya dari sejarah termasuk foto-fotonya. Sejak itu dalam foto resmi hanya Gottwald yang berdiri di atas balkon Istana. Di tempat Clementis berdiri hanya terlihat dinding Istana. Namun yang tetap tinggal adalah topi Clementis yang dipasang di kepala Gottwald.

Foto dianggap sebagai fakta sejarah karena ia mencatat realitas secara "obyektif". Namun, sang fotografer sendiri tentu memiliki subyektivitas dalam membuat foto tersebut terutama dalam memilih adegan yang dipotretnya. Berbagai foto seperti foto-foto perang Vietnam telah menjadikan kancah pertempuran itu seakan menjadi wilayah publik. Kesaksian sang fotografer pada gilirannya menjadi kesaksian orang yang melihat foto tersebut.
Seperti dikatakan oleh Roland Barthes, foto telah mengalahkan monumen sebagai pengingat masa lalu yang paling representatif. Namun, rekayasa foto seperti yang terjadi pada sebuah acara di sebuah saluran televisi swasta tanggal 17 Agustus yang lalu, tentu kurang rancak bila diulangi lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasasi, pengertian dan prosedurnya

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 16 UU No. 1 Tahun 1950 jo. Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 dan UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Adapun cara pengajuan kasasi adalah sebagai berikut ; Dalam hal perkara perdata, Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa ada permohonan kasasi

Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum ... Apa Bedanya ?

Kerap ditemukan dalam suatu gugatan dimana Penggugat terlihat bingung membedakan antara posita Wanprestasi dengan posita perbuatan melawan hukum. Umumnya mereka beranggapan bahwa wanprestasi merukan bagian dari perbuatan melawan hukum ( genus spesifik). Alasannya adalah, seorang debitur yang tidak memenuhi pembayaran hutang tepat waktu, jelas merupakan pelanggaran hak kreditur. Anggapan seperti ini sekilas benar adanya namun ketika akan dituangkan dalam bentuk gugatan tertulis, tidak boleh mencampur adukan antara keduanya karena akan menimbulkan kekeliruan posita yang pada akhirnya akan mengaburkan tujuan dari gugatan itu sendiri. Ada beberapa perbedaan yang sangat prinsipil antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil tersebut adalah : 1. Sumber; Wanprestasi timbul dari persetujuan ( agreement ). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320

Pengampuan, syarat dan prosedurnya

Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433 KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan" Berdasarkan ketentuan Pasal 433 di atas jelas dan tegas, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foy